SURABAYA, klausa.co – Agend persidangan kemarin (27/4), menghadirkan ahli. Tim penasihat hukum terdakwa Lim Victory Halim dan Annie Halim menghadirkan ahli hukum perbankan. Yakni Yunus Husein. Saksi itu menerangkan keahliannya dalam kasus dugaan penipuan investasi PT Berkat Bumi Citra (BBC).
Mantan Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) itu menjelaskan, Medium Term Note (MTN) adalah surat sanggup yang penerbitannya diatur dalam pasal 174-177 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
“Sebagai surat sanggup, MTN penerbitannya tanpa harus ada izin atau persetujuan dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan),” kata Yunus saat memberikan penjelasan pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (27/4).
Sebagai surat sanggup, MTN mempunyai karakteristik sebagai surat berharga yang bisa dipindahtangankan. “Surat sanggup lahir berdasarkan adanya perjanjian antara penerbit dan pemegang surat berharga,” ungkapnya.
Bunga dalam surat sanggup itu lahir dari pinjaman antara penerbit dan investor. Besarnya bunga surat tersebut juga tergantung pada persetujuan dari para pihak. Tentu dengan tidak ada batasan maksimum sama sekali.
“Pengertian bunga dalam surat sanggup bukan berarti menunjuk bahwa surat sanggup itu merupakan simpanan dana masyarakat,” terangnya. Namun, tentu di mana ada keuntungan, pasti akan ada risikonya.
Seperti kasus yang menimpa kedua terdakwa. Resiko surat sanggup seperti MTN adalah wanprestasi. Uang investor hilang akibat kerugian. “Yang mana dapat diselesaikan secara keperdataan, gugatan atau perdamaian. Bukan langsung ke ranah pidana,” tegas Yunus.
Usai sidang, Yunus kembali menegaskan bahwa produk investasi MTN tidak perlu izin dari OJK. Ia menyebut kasus investasi MTN ini sama dengan kasus industri di Jakarta. “Ahli yang dihadirkan dalam kasus itu juga menjelaskan hal yang sama seperti yang saya jelaskan,” ungkapnya.
Kalau pun harus ada izin OJK, lalu izin itu dilanggar, hal itu hanya administratif. “Tidak ada dipidana, sehingga ini perdata. Misalnya, bapak hutang sama saya, kemudian bapak beri surat sanggup. Artinya, bapak sanggup bayar tanggal sekian. Kalau gak bisa bayar ini namanya wanprestasi,” terang Yunus.
Sementara itu, Supriadi, kuasa hukum kedua terdakwa sepakat dengan keterangan Yunus di muka persidangan. “Bahwa ini ranah perdata. Sehingga, harusnya diselesaikan secara gugatan perdata. Bukan pidana seperti yang sekarang klien saya alami,” katanya.
Dalam dakwaan jaksa, kedua terdakwa melakukan dugaan penipuan investasi MTN di PT Berkat Berkat Bumi Citra. Total kerugian Rp 13,2 miliar. Kedua terdakwa didakwa pasal 378 KUHP jo pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, pasal 46 ayat (1) jo ayat (2) UU RI Nomor 10 Tahun 1998.
Tentang perubahan atas UU RI Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dan pasal 4 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.