Jakarta, klausa.co – Pupus sudah mimpi Direktur PT SGP Achmad Prihantoyo. Ia tidak bisa lagi mendapat pembagian aset dari PT Soyu Giri Primedika (SGP). Nominal aset itu Rp 50 miliar. Padahal, mimpi itu sudah di depan mata. Hanya menunggu putusan dari Pengadilan Negeri Surabaya.
Putusan belum inkrah, malah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Bersama Prihantoyo, ada empat orang lainnya yang ikut diboyong ke Gedung Merah Putih di Jakarta. Mereka adalah hakim Pengadilan Negeri Surabaya Itong Isnaini Hidayat, Panitera pengganti (PP) Hamdan.
Termasuk pengacara PT SGP Hendro Kasiono, dan sekretaris pengacara PT SGP. Yaitu Dewi. Rabu (19/1) kemarin mereka ditangkap. Sekitar pukul 13.30 Wib. Penangkapan itu terjadi setelah KPK menerima informasi akan ada transaksi penyerahan uang.
Uang itu akan diberikan ke Hakim Itong. Melalui PP Hamdan. Penyerahan itu dilakukan disalah satu area parkir di kantor PN Surabaya. “Tidak lama dari itu, kami langsung mengamankan Hendro dan Hamdan. Beserta sejumlah uang,” kata Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango dalam siaran langsung Instagram KPK RI, Kamis (20/1) malam.
Dua orang itu langsung dibawa ke Polsek Genteng untuk dilakukan pemeriksaan. Setelah itu, tim KPK langsung mengamankan hakim Itong dan Prihantoyo. Setelah itu, mereka yang telah diamankan itu, langsung dibawa ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
“Dari penangkapan itu, berhasil diamankan uang sebesar Rp 140 juta. Uang itu sebagai tanda jadi awal. Agar, hakim Itong memenuhi keinginan Hendro untuk mengabulkan permohonan pembubaran PT SGP. Hakim Itong merupakan hakim tunggal yang menyidangkan kasus tersebut.
Diduga, kesepakatan antara Hendro dan Prihantoyo. Kesepakatan itu mengenai uang untuk mengurus perkara. Mulai dari putusan pengadilan negeri sampai Mahkama Agung (MA). Uang yang mereka siapkan sebesar Rp 1,3 miliar.
“Untuk langkah awal, Hendro menemui Hamdan. Hendro meminta agar hakim yang menangani perkaranya bisa memutus sesuai dengan keinginan tadi,” bebernya. Untuk memastikan semuanya berjalan dengan lancar, Hendro berulang kali menjalin komunikasi dengan Hamdan.
“Dalam komunikasi itu, mereka gunakan istilah Upeti. Untuk samarkan maksud pemberian uang itu,” tambahnya. Setiap kali keduanya melakukan komunikasi, Hamdan selalu melaporkan perkembangannya kepada hakim Itong.
Di Januari 2022, hakim itu menginformasikan kepada paniteranya kalau putusan itu, bisa dipastikan akan dimenangkan oleh Hendro. Namun, Itong meminta agar uang yang sudah dijanjikan itu dapat direalisasikan segera. Permintaan itu langsung disampaikan kepada Hendro.
“Tansaksi itu akhirnya terjadi pada 19 Januari 2022. Hendro memberikan uang sebesar Rp 140 juta kepada Hamdan. Uang itu diperuntukkan kepada tersangka Itong,” terangnya. KPK menduga sersangka Itong juga menerima pemberian dari berbagai pihak yang berperkara di PN Surabaya.
“Sampai saat ini, kami masih mendalami kasus tersebut,” ucapnya. Sebagai pemberi, Hendro dikenakan pasal 6 ayat (1) huruf a, atau pasal 13 undang-undang (UU) nomor 31/1999. Tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas UU nomor 31/1999. Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Sementara, penerima yakni Hamdan dan Itong dikenakan pasal berbeda.
Yaitu pasal 12 huruf c atau Pasal 11 UU nomor 31/1999. Tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20/2001. Tentang perubahan atas UU nomor 31/1999. Tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo. pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Tiga tersangka dari lima yang diamankan KPK ditahan selama 20 hari pertama. Terhitung 20 Januari 2022. Mereka ditahan di tiga tempat berbeda. Hendro ditahan di Polres Metro Jakarta Pusat. Hamdan di Rutan Polres Jakarta Timur dan Itong ditahan di Rutan KPK Kavling C1.
Ia pun menyayangkan aparat tindakan yang dilakukan Hakim Itong. Menurutnya, seorang aparat penegak hukum, semestinya menjadi pilar utama dalam menyangga supremasi hukum. Termasuk dalam pemberantasan korupsi.
Sementara itu, Plt Kepala Bawas Mahkamah Agung, Dwiarso Budi Santiarto memastikan Itong dan Hamdan diberhentikan sementara oleh MA. Pemberhentian itu terhitung saat keduanya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
“Kami tetap menjunjung asas praduga tak bersalah. Maka hari ini (kemarin) yang bersangkutan telah diberhentikan sementara oleh Bapak Yang Mulia, Ketua Mahkamah Agung sebagai hakim dan panitera pengganti. Jadi sudah ditandatangani SK-nya,” katanya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Editor: Redaksi Klausa