Samarinda, Klausa.co – Hasil penelitian tim independen akademisi yang dilakukan atas permintaan Wali Kota Samarinda, Andi Harun, mengungkapkan fakta mengejutkan mengenai kualitas BBM jenis Pertamax di beberapa SPBU di Samarinda.
Penelitian ini dilakukan sebagai tanggapan atas keluhan masyarakat dan viralnya berita tentang kerusakan kendaraan bermotor akibat penggunaan Pertamax.
Laporan internal Pertamina, yang dilakukan pada H-3 hingga H+7 menyatakan bahwa kualitas Pertamax di Samarinda memenuhi standar kelayakan sesuai SK Dirjen Migas No. 3674K/24/DJM/2006. Namun, penelitian lanjutan oleh tim independen menemukan fakta yang berbeda.
Dari tiga sampel BBM Pertamax yang diambil dari kendaraan terdampak, hasil pengujian menunjukkan nilai Research Octane Number (RON) di bawah standar minimal 92.
Adapun hasil uji RON adalah sebagai berikut, sampel ke-1 hasil uji RON sebesar 86.7, sampel ke-2 hasil uji RON sebesar 89.6, dan sampel ke-3 hasil uji RON sebesar 91.6.
“Nilai RON ini jelas lebih rendah dari standar minimal Pertamax yang seharusnya 92,” ujar salah satu peneliti.
Penelitian mendalam terhadap sampel ke-3, yang memiliki RON terbaik di antara ketiga sampel, menemukan empat parameter yang tidak sesuai dengan standar Pertamax.
Yaitu, kandungan timbal sebesar 66 ppm yang dikategorikan seharusnya batas aman jauh lebih rendah. Hasil juga menunjukkan adanya kontaminasi air 742 ppm.
Dari segi kandungan total aromatik mencapai 51.16%, sudah termasuk melebihi ambang batas. Ditambah, kandungan benzena sebesar 8.38%, yang sangat berbahaya bagi mesin kendaraan.
Lebih jauh lagi, uji sedimen menggunakan SEM-EDX dan FTIR menunjukkan adanya kontaminan logam berat seperti Timah (Sn), Rhenium (Re), dan Timbal (Pb).
Ketiga unsur ini berpotensi mempercepat reaksi oksidasi, menghasilkan hidrokarbon kompleks yang rusak. Hidrokarbon ini memicu terbentuknya senyawa polimer, seperti polyethilen dan polistiren, yang dapat menyebabkan penyumbatan pada sistem injeksi bahan bakar kendaraan.
Hasil penelitian juga mengidentifikasi beberapa faktor yang menjadi penyebab kerusakan BBM.
Seperti penyimpanan BBM dalam waktu lama dan juga paparan langsung atau tidak langsung terhadap sinar matahari.
Kontaminasi kelembapan udara atau logam berat juga menjadi indikasi. Sistem penyimpanan dengan ventilasi buruk dan penambahan zat aditif secara tidak terukur juga dapat menjadi faktor kerusakan BBM.
Wali Kota Samarinda, Andi Harun, menginstruksikan tindakan segera untuk memastikan kualitas BBM di Samarinda sesuai standar.
“Kami tidak akan membiarkan masyarakat dirugikan. Pertamina harus bertanggung jawab atas temuan ini,” tegasnya. (Din/Fch/Klausa)