Samarinda, Klausa.co – Proyek pembangunan terowongan yang menghubungkan Jalan Sultan Alimuddin dengan Jalan Kakap alias Terowongan Gunung Manggah di Samarinda kembali menjadi sorotan. Revisi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) proyek senilai Rp395 miliar ini memancing kritik dari berbagai pihak. Namun, Wali Kota Samarinda, Andi Harun, bersikukuh bahwa langkah tersebut adalah hal yang lumrah dalam pengerjaan proyek berskala besar.
“AMDAL yang disusun secara ideal memang sering kali perlu disesuaikan di lapangan,” ujar Andi Harun.
Ia menegaskan bahwa revisi ini bukanlah perkara yang patut dipolemikkan. Menurutnya, perubahan tersebut justru bertujuan memastikan kelancaran proyek di masa mendatang.
Terowongan ini, yang diharapkan menjadi salah satu infrastruktur strategis Samarinda, semula ditargetkan rampung pada November 2024. Namun, Andi Harun secara terbuka mengakui kemungkinan keterlambatan penyelesaian.
“Atas nama pemerintah kota, saya meminta maaf. Tetapi percayalah, ada faktor-faktor di luar kendali kami,” ujar Andi.
Kendati demikian, ia menegaskan komitmennya untuk menyediakan akses jalan yang layak bagi warga Samarinda.
Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Samarinda, Desy Damayanti, membeberkan perkembangan proyek. Menurutnya, penggalian dari dua sisi terowongan tengah dilakukan secara simultan, dengan target kedua sisi terhubung pada akhir Desember tahun ini.
“Proyek ini tidak hanya soal menyelesaikan terowongan, tetapi juga membangun infrastruktur pendukung seperti jalan pendekat dan penghijauan,” jelas Desy.
Ia optimistis bahwa keseluruhan proyek dapat dirampungkan pada April 2025.
Proyek Terowongan Gunung Manggah bukan hanya sekadar janji infrastruktur, melainkan juga simbol ambisi Samarinda untuk terus bergerak maju. Meski dihantam berbagai tantangan, pemerintah kota berharap terowongan ini akan membuka akses baru dan mengurangi kemacetan di wilayah tersebut. (Yah/Fch/Klausa)