Samarinda, Klausa.co – Gakkum KLHK Kalimantan menahan seorang pria bernama M Nor Laili (45) terkait kasus dugaan pemalsuan dokumen kayu olahan. Warga Banjar Baru, Kalimantan Selatan itu ditangkap petugas ketika sedang melintas di kawasan Kecamatan Tenggarong, Kutai Kartanegara pada Kamis (13/1/2022) lalu.
Kronologi penangkapan bermula ketika pria 45 tahun tersebut sedang melintas membawa kayu olahan jenis ulin dari Kutai Barat menuju Banjar Baru. Kendaraan truk pengangkut kayu yang tengah dikemudikannya ditahan oleh sejumlah petugas guna dilakukan pemeriksaan.
Saat itu petugas mendapati dokumen pembelian kayu olahan dari tersangka diduga palsu. Di dalam dokumen tersebut juga tertera, kalau kayu olahan didapatkan tersangka dari sebuah perusahaan bernama CV Kasih Setia Utama.
Atas temuan tersebut, Laili kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Sel Tahanan Polres Kutai Kartanegara. Berkas perkara Laili kini sudah tahap P-21 dan dilimpahkan penyidik Gakkum KLHK Kalimantan ke Kejaksaan Tinggi Kaltim. Untuk selanjutnya tersangka akan diadili di Pengadilan Negeri Tenggarong.
Proses hukum yang sedang dijalani Laili itu belakangan mendapatkan perhatian dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Parlemen Jalanan, Banjar Baru, Kalimantan Selatan. Menurut mereka, proses hukum yang sedang dihadapi Laili terdapat beberapa kejanggalan.
“Karena itu kami memantau proses hukum yang sedang di alami M Nor Laili. Dia seorang supir yang mengangkut kayu, kemudian ditangkap Gakkum KLHK di Tenggarong dengan tuduhan menggunakan dokumen palsu,” ucap Edy Syaifuddin dari LSM Parlemen Jalanan kepada Klausa.co, Jumat (25/2/2022) lalu.
Laili dijerat penyidik Gakkum KLHK Kalimantan dengan Pasal 88 Ayat (1) huruf C Junto Pasal 15. Apa yang telah disangkakan kepada Laili itu, kata Edy, sangatlah janggal dan terkesan dipaksakan. Lebih tepatnya saat proses penyidikan dilakukan PPNS Gakkum KLHK Kalimantan.
Pasalnya, dokumen yang dianggap palsu penyidik itu didapatkan tersangka ketika membeli kayu dari CV Kasih Setia Utama.
Menurut Edy, penyidik atau PPNS Gakkum KLHK Kalimantan seharusnya melakukan klarifikasi atau penyelidikan lebih lanjut, mengenai keaslian dokumen tersebut dari CV Kasih Setia Utama.
“Apabila memang harus di uji guna menetapkan dokumen tersebut asli atau palsunya, bisa melalui Sidang Perdata. Dan yang berhak memutuskan dokumen tersebut asli atau palsu, adalah Pengadilan, bukan PPNS Gakkum,” ucap Edy.
Edy pun menduga kala ada sebuah kongkalikong antara PPNS Gakkum dengan perusahaan tempat tersangka membeli kayu tersebut. “Sepertinya ada pengondisian dalam proses hukumnya,” lanjutnya.
Atas adanya kejanggalan tersebut, Edy bersama Tim Gabungan Advokat terdiri dari anggota PERADI dan PPHKR berencana akan melakukan Gugatan Praperadilan terhadap PPNS Gakkum. Langkah itu diambil, lantaran ada dugaan kriminalisasi yang dilakukan PPNS Gakkum terhadap tersangka Laili.
“Apabila memang terbukti dokumen tersebut dinyatakan palsu, yang seharusnya ditahan itu adalah pemilik perusahaan yang menjual. Bukan M Nor Laili. Karena M Nor Laili adalah korban Pasal 372, 378. Kenapa malah M Nor Laili yang dijadikan tersangka oleh pihak PPNS Gakkum,” terangnya.
Selain itu, dugaan kriminalisasi juga sangat tampak tatkala dilakukan proses penangkapan. Kata Edy, Laili ditangkap oleh dua petugas tanpa dilengkapi surat tugas. Menurutnya, hal ini tentu bukan razia resmi. Sehingga sudah melanggar SOP dalam proses penangkapannya.
Kemudian, saat dilakukan penangkapan handphone milik Laili dirampas sehingga tidak bisa berkomunikasi dengan pihak manapun. Setelah ditahan dua hari, Laili yang menjalani proses penyidikan guna memberikan keterangan di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), ternyata tidak didampingi penasehat hukum.
“Semestinya sebelum melakukan BAP itu ditanyakan dulu kepada calon tersangka. Apakah yang bersangkutan mau didampingi pengacara atau LBH atau tidak. Ini sama sekali tidak dipertanyakan. Ada setengah pemaksaan dan itu sangat melanggar proses sidik dari PPNS Gakkum,” kata Edy.
Edy juga mempertanyakan mengenai pemalsuan dokumen kayu yang dimiliki Laili tersebut. Pasalnya setelah dilakukan penangkapan terhadap Laili, perusahaan tersebut ternyata masih mengeluarkan surat yang sama.
Mengenai hal tersebut, Edy menegaskan bahwa dirinya sudah memiliki bukti. Tepatnya pada tanggal 30 Januari 2022, perusahaan tersebut telah mengeluarkan surat untuk UD Berakat Sabar di Desa Rantau Bujur, RT 02, Kecamatan Sungai Tabukan, Kalsel.
“Pengiriman Kayu Kelompok Gergajian itu ada sebanyak 8,435 (8,4) Meter Kubik (M3) menggunakan Truck DA 8782 DA. Nama Penerbit Heru Perdana, Nomor Register 02073-11/PKG-R/XX/2016,” bebernya.
Edy mengatakan, kasus dugaan pemalsuan dokumen kayu ini telah dilimpahkan penyidik Gakkum KLHK Kalimantan ke Kejaksaan dan dinyatakan telah P-21. Berkas perkara selanjutnya segera diserahkan ke Pengadilan Negeri Tenggarong.
Sejumlah barang bukti diantaranya kayu ulin sebanyak 16 M3, dan dua truk pengangkut kini sudah ditahan di Kejaksaan Tenggarong dan Gakkum Samarinda.
Kepala Seksi Wilayah II Gakkum KLHK Kalimantan Timur, Annur Rahim ketika dikonfirmasi awak media terkait kasus tersebut memilih untuk enggan berkomentar.
Kendati demikian, dirinya meminta awak media agar melakukan upaya konfirmasi lebih lanjut ke salah satu penyidik bernama Anton seraya memberikan nomor telepon yang bersangkutan.
Dikonfirmasi melalui sambungan telepon, penyidik Gakkum KLHK Kalimantan Anton menjelaskan alasan penangkapan terhadap Laili karena dugaan pemalsuan dokumen.
“Kemarin itu dugaannya penggunaan dokumen palsu, kami juga tidak serta merta menganggap itu bersalah sebelum ada alat bukti. Karenanya kemarin kami amankan dulu, kemudian kita mencari alat bukti mendukung. Bahwa memang cukup buktinya ada dugaan-dugaan palsu,” terang Anton.
Lebih lanjut Anton mengatakan, mengenai dugaan pemalsuan dokumen tersebut nantinya juga akan akan terkuak di dalam persidangan.
Namun pada intinya, kata Anton, dokumen yang digunakan tersangka tidak sesuai dengan system yang ada di Gakkum. Di mana dokumen seharusnya menggunakan system self assessment.
“Self assesment itu mereka yang buat, mereka yang up load sendiri ke pemerintah. Mereka yang bayar semua pajak-pajaknya, baik itu PNBP maupun PSDHDR,” kata Anton.
“Karena yang digunakan itu dokumen orang lain, hanya dia edit sehingga seolah-olah menjadi dokumennya dia. Dan itu memang ada di ahli ranahnya, untuk membuktikan itu semua ada di ahli,” lanjutnya.
Anton membeberkan, bahkan nomor dokumen yang ada ditangan Laili kala itu, ketika dicek di system online milik Gakkum tidak tercatat nama pengirim dan penerima.
“Ternyata dokumen itu dulu sudah pernah dipakai, dugaannya seperti itu,” ucapnya.
Disinggung mengenai dokumen yang dimiliki Laili didapatkan ketika membeli kayu dari CV Kasih Setia Utama, Anton hanya menjelaskan bahwa belum tentu dokumen yang dimaksudkan dikeluarkan oleh pihak perusahaan tersebut.
Saat ini penyidik Gakkum KLHK Kalimantan masih melakukan pendalaman guna mengungkap dalang dari pembuatan dokumen palsu tersebut. Diakui Anton, kalau hingga saat ini penyidik Gakkum KLHK Kalimantan belum memanggil pihak perusahaan tersebut. Dengan alasan masih dalam ranah penyelidikan.
“Itu juga masih dalam ranah pembuktian di penyidik. Sehingga belum bisa kami blow up keluar.” tandasnya.
Sementara itu, Dewa Ngakan Putu Andi Asmara dari Kejaksaan Tinggi Kaltim saat dikonfimasi terkait kasus ini mengaku, telah menyerahkan tersangka beserta dengan barang buktinya ke Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Negeri Tenggarong pada Rabu (23/2/2022) lalu.
“Sudah diserahterimakan tersangka dan barang buktinya ke sana. Silahkan bisa dikonfirmasi langsung ke Jaksa di Kejaksaan Negeri Tenggarong,” ucap Dewa melalui pesan WhatsAppnya.
Keterangan yang disampaikan oleh Jaksa Dewa turut dibenarkan oleh Jaksa Sajimin dari Kejaksaan Negeri Tenggarong. Dengan singkat ia menyampaikan, kalau kasus dugaan pemalsuan dokumen tersebut sudah masuk tahap II. “Saat ini persiapan untuk dilimpahkan ke PN Tenggarong,” singkat Sajimin.
(Tim Redaksi Klausa)