SURVEI Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) ketiga, yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di 2019 menunjukkan, indeks literasi keuangan mencapai 38,03 persen dan indeks inklusi keuangan sebesar 76,19 persen. Angka itu naik dibandingkan 2016.
Saat itu, indeks literasi keuangan mencapai 29,7 persen. Sementara indeks inklusi keuangan 67,8 persen. Dalam hal ini, Kepulauan Riau berkontribusi dengan tingkat literasi keuangan. Mencapai 37,09 persen. Angka ini lebih tinggi dari target nasional sebesar 35 persen.
Sementara itu, angka inklusi Keuangan daerah tersebut mencapai 74,5 persen. Capaian ini sedikit di bawah target nasional, yaitu 75 persen. Secara umum angka literasi dan inklusi keuangan di kepulauan itu menempati urutan ke 6 tertinggi nasional.
Indeks literasi keuangan adalah pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan yang mempengaruhi sikap untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan, serta pengelolaan keuangan dalam mencapai kesejahteraan.
Pencapaian ini dapat terjadi tidak luput dari dukungan pemerintah, masyarakat dan perusahaan jasa keuangan yang turut memberikan literasi keuangan secara masif dan berkala.
Salah satunya, seperti acara yang dilakukan oleh fintech lending berizin Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Yakni, PT Rezeki Bersama Teknologi (FinPlus) dan PT Indonesia Fintopia Technology (Easycash).
Mereka melakukan webbinar bertemakan Fintech Lending Sebagai Inovasi dan Solusi Keuangan Di Masa Pandemi. Dilakukan bersama mahasiswa Universitas Maritim Raja Ali Haji, Kepulauan Riau.
Industri teknologi finansial peer-to-peer (P2P) lending, juga resmi melanjutkan tren pertumbuhan penyaluran pinjaman bulanan. Mencapai Rp13,65 triliun per Mei 2021.
Total penyelenggara fintech P2P lending yang terdaftar dan berizin di OJK adalah sebanyak 106 penyelenggara sampai pada 6 Oktober 2021.
“Kami melihat potensi besar peningkatan ekonomi Kepulauan Riau. Khususnya Tanjung Pinang. Kenaikan pesat penyaluran pinjaman yang tak lepas dari peningkatan jumlah akun peminjam (borrower). Serta pemberi pinjaman (lender), dengan pengguna aktif rentang usia produktif 19 sampai 34 tahun,” kata Inggit Palupi, Marketing Communication Manager FinPlus.
Hal senada juga disampaikan CEO Easycash Fitri. Dia berharap, dengan dilakukannya literasi keuangan ini, dapat menambah pengetahuan tentang fintech P2P lending. Serta memahami keuntungannya untuk masyarakat dan tetap waspada terhadap maraknya tawaran dari fintech ilegal.
“Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) selaku asosiasi fintech lending, juga mendukung peran aktif platform fintech lending yang turut menyuarakan gerakan 5M,” tambahnya.
5M itu adalah mengabaikan iklan yang menggiurkan dari pinjaman dengan bunga besar. Kedua, melakukan pengecekan pinjaman dari situs resmi OJK dan AFPI. Ketiga, memastikan legalitas dan rekam jejak digital platform pinjaman online. Keempat, meneliti syarat dan ketentuan pinjaman.
Terakhir, mewaspadai penyalahgunaan data pribadi. Kedua narasumber juga menutup acara dengan pesan masyarakat harus tetap waspada pada tawaran fintech ilegal. Hingga Juli 2021, sudah ada 3.365 entitas pinjaman online (pinjol) ilegal yang sudah dihentikan operasinya oleh Satgas Waspada Investasi (SWI).
Editor: Redaksi Klausa