Jakarta, Klausa.co – Rocky Gerung, seorang akademisi dan pengamat politik, kini tengah berhadapan dengan hukum. Ia dituduh menyebarkan berita bohong atau hoaks terkait dengan Presiden Joko Widodo. Namun, ia membantah tuduhan tersebut dan mengklaim bahwa pernyataannya hanya bersifat kritik.
Kasus ini bermula dari beberapa pernyataan Rocky yang dianggap mengandung ujaran kebencian kepada Presiden Jokowi. Salah satunya adalah ketika ia menyebut bahwa Presiden Jokowi berupaya menunda Pemilu 2024 dan tidak mendukung kaum buruh. Ia juga menyebut bahwa Presiden Jokowi pergi ke Tiongkok untuk menawarkan Ibu Kota Negara (IKN) sebagai cara untuk mempertahankan legasinya.
Pernyataan-pernyataan itu kemudian dilaporkan ke polisi oleh sejumlah pihak yang merasa tersinggung. Hingga saat ini, ada 26 laporan polisi yang masuk ke Bareskrim Polri dan polda jajaran terkait dengan kasus Rocky Gerung. Bareskrim Polri pun telah menaikkan status penyelidikan menjadi penyidikan dan memeriksa 61 orang saksi.
“Di dalam berita acara pemeriksaan (BAP) sebanyak 61 saksi sejak naik sidik,” kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro dalam keterangan persnya di Jakarta, Senin (20/11/2023).
Namun, hingga kini, Rocky Gerung belum ditetapkan sebagai tersangka. Ia juga belum dipanggil kembali oleh penyidik untuk diperiksa lebih lanjut. “Belum, penyidik masih di lapangan,” ujar Djuhandani.
Rocky Gerung sendiri mengaku tidak takut dengan proses hukum yang dihadapinya. Ia menegaskan bahwa pernyataannya bukan ditujukan kepada individu Jokowi, melainkan jabatannya sebagai presiden. Ia juga menganggap bahwa tuduhan hoaks yang dialamatkan kepadanya adalah bentuk pembungkaman terhadap suara kritis.
“Saya tidak takut, saya tidak bersalah. Saya hanya mengkritik kebijakan presiden, bukan orangnya. Saya juga tidak menyebarkan hoaks, saya hanya menyampaikan fakta-fakta yang ada. Saya tidak akan diam, saya akan terus berbicara untuk kepentingan rakyat,” tegas Rocky Gerung. (Mar/Bob/Klausa)