Samarinda, Klausa.co – Di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kalimantan Timur (DPRD Kaltim), Wakil Ketua DPRD, Ananda Emira Moeis, menyimpan mimpi besar. Yakni gambaran sebuah pendidikan yang inklusif, tanpa sekat. Bagi Ananda, begitu ia akrab disapa, gagasan ini bukan hanya wacana, tetapi panggilan jiwa.
“Kita punya anak-anak yang luar biasa di Kaltim, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus. Mereka juga harus mendapat pendidikan yang setara,” ujar Ananda penuh keyakinan.
Politikus PDI Perjuangan itu berbicara tentang sekolah inklusi, sebuah konsep yang memberi kesempatan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) untuk bersekolah bersama anak-anak lainnya.
Di Kaltim, saat ini ada 34 Sekolah Luar Biasa (SLB) tersebar di 10 kabupaten dan kota, tapi angka itu jauh dari cukup. Terlebih, jumlah siswa berkebutuhan khusus kian bertambah tiap tahun. Ananda percaya, hadirnya sekolah inklusi bisa menjadi solusi.
“Dengan sekolah inklusi, stigma pada disabilitas bisa kita kikis. Mereka bisa belajar, tumbuh, dan bersosialisasi bersama-sama,” katanya.
Namun, merealisasikan sekolah inklusi bukan perkara mudah. Kendala fasilitas, kekurangan guru pendamping khusus, dan keterbatasan anggaran masih menjadi batu sandungan.
“Di sekolah inklusi, ada kebutuhan khusus yang harus dipenuhi, mulai dari fasilitas hingga guru pendamping. Ini semua butuh anggaran dan dukungan menyeluruh,” jelas Nanda.
Ia menyadari, impian ini membutuhkan usaha keras dan keseriusan semua pihak. Bersama Komisi IV DPRD, Ananda merencanakan pendekatan baru. Salah satunya, mendorong agar fakultas keguruan di perguruan tinggi di Kaltim mulai memperkenalkan mata kuliah khusus tentang pendidikan inklusi. Baginya, ini adalah langkah untuk menyiapkan tenaga pendidik yang benar-benar paham tentang pendidikan inklusi. Selain itu, Ananda juga menggandeng pemerintah untuk memperkuat kapasitas guru.
“Kita butuh lebih banyak guru pendamping ABK yang terlatih. Kalau hanya sekadar membuka sekolah inklusi tanpa pendamping yang kompeten, itu sama saja belum inklusi,” katanya tegas.
Ananda Emira Moeis bukan sekadar bicara. Tahun depan, ia dan timnya berkomitmen memperjuangkan alokasi anggaran tambahan demi pengembangan sekolah inklusi. Baginya, pendidikan inklusi adalah jalan menuju masa depan yang lebih baik, sebuah masa depan di mana semua anak bisa melangkah bersama, tanpa sekat, tanpa perbedaan.
“Mungkin ini butuh waktu dan perjalanan panjang. Tapi bagi saya, selama kita punya komitmen, apa pun bisa diwujudkan,” tutup Nanda dengan penuh optimisme. (Nur/Fch/ADV/DPRD Kaltim)