Jakarta, Klausa.co – Pemilu 2024 akan menjadi ajang perebutan kekuasaan antara berbagai kandidat yang bersaing untuk memimpin Indonesia. Di tengah situasi yang panas dan dinamis, netralitas aparat negara, khususnya Polri, menjadi hal yang sangat penting untuk dijaga.
Namun, siapa yang akan mengawasi netralitas Polri? Apakah Bawaslu, lembaga yang ditunjuk untuk mengawasi pelaksanaan pemilu, mampu mengawasi netralitas Polri yang memiliki infrastruktur dan kewenangan yang kuat? Ataukah masyarakat, yang memiliki akses ke media sosial dan platform berbasis teknologi, yang harus mengambil peran dalam mengawasi netralitas Polri?
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai bahwa peran masyarakat sangat diperlukan dalam mengawasi netralitas Polri pada Pemilu 2024.
“Pelibatan masyarakat dalam pengawasan aparat sangat penting untuk mengawasi netralitas mereka,” ucap Bambang kepada awak media di Jakarta, Jumat (17/11/2023).
Bambang mengatakan bahwa Polri sebagai alat negara tidak bisa dipungkiri menjadi bagian dari pemerintah. Netralitas Polri dalam pesta demokrasi tidak bisa lepas dari posisi Korps Bhayangkara itu sebagai kepanjangan tangan pemerintah.
“Terlebih lagi kita bisa melihat kapolri dipilih langsung di bawah presiden,” ucapnya.
Menurut Bambang, dalam beberapa pemilu yang lalu publik bisa melihat bagaimana upaya menarik polisi untuk memenangkan salah satu kandidat. Oleh karena itu, netralitas Polri harus diawasi dalam menjaga keamanan dan ketertiban selama pesta demokrasi berlangsung sampai ditentukan pemenang pemilu.
Bambang menyebut Bawaslu sebagai lembaga yang ditunjuk mengawasi pelaksanaan pemilu seharusnya juga bertanggung jawab mengawasi netralitas aparatur negara.
“Masalahnya adalah seberapa besar kewenangan dan kemampuan Bawaslu mengawasi aparat negara yang sudah memiliki infrastruktur lengkap dan kuat, ditambah kewenangan penegakan hukum juga,” tutur Bambang.
Untuk itu, peran warga penting dalam mengawasi netralitas aparat penegak hukum tersebut. Terlebih saat ini zaman telah berubah, ada media sosial dan platform berbasis teknologi yang bisa digunakan masyarakat sebagai alat pengawasan netralitas aparat.
“Yang menarik-narik aparat negara dalam hal ini Polri untuk tidak netral dan mendukung salah satu kandidat hanya akan menjadi bumerang bagi Polri sendiri dan merusak legitimasi hasil pemilu yang jujur dan adil,” ujar Bambang.
Bambang menambahkan bahwa hasil survei nasional yang dilakukan lembaga Survei Populi Center pada 29 Oktober – 5 November 2023 menunjukkan bahwa sebagian besar publik memiliki kepercayaan yang cukup tinggi bahwa Polri-TNI akan bertindak netral (tidak berpihak) dalam Pemilu 2024.
Masyarakat juga memberikan kepercayaan yang tinggi kepada KPU yakni sebesar 72,7 persen dan Bawaslu 73,5 persen. Bahwa kedua lembaga tersebut akan menjalankan tahapan serta mengawasi jalan pemilu dengan netral atau tidak berpihak pada salah satu pasangan calon.
Bambang berharap bahwa Pemilu 2024 dapat berlangsung dengan lancar, aman, dan damai, tanpa ada gangguan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Ia juga mengimbau masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pemilu, baik sebagai pemilih maupun pengawas.
“Jangan sampai kita kehilangan hak kita sebagai warga negara untuk menentukan masa depan bangsa ini. Mari kita gunakan hak pilih kita dengan bijak dan cerdas, serta awasi netralitas aparat negara, khususnya Polri, agar pemilu berjalan dengan jujur dan adil,” pungkas Bambang. (Mar/Bob/Klausa)