Samarinda, Klausa.co – Kasus peredaran narkotika yang melibatkan dua narapidana di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Samarinda membuka tabir lemahnya pengawasan di dalam lembaga pemasyarakatan. Kedua napi tersebut diduga mengendalikan jaringan peredaran narkotika menggunakan alat komunikasi terlarang dari balik jeruji besi.
Kepala Rutan Kelas I Samarinda, Heru Yuswanto, mengakui adanya celah dalam pengawasan, terutama terkait penggunaan handphone di dalam rutan.
“Kami akui itu kelemahan. Namun, dengan sinergi yang terus dijalin, semua diupayakan agar tidak terulang,” kata Heru, Senin (5/2/2025).
Kasus ini bermula dari penangkapan seorang pelaku berinisial H di Jalan Gerilya, Kelurahan Sungai Pinang Dalam, Kecamatan Sungai Pinang. Dari pemeriksaan, H mengaku memperoleh narkotika tersebut dari seorang napi berinisial HW (43). Penyelidikan lebih lanjut mengarah pada seorang napi lainnya, yaitu WW (42).
Keduanya menggunakan handphone untuk berkomunikasi dengan pihak luar dan mendapatkan barang haram tersebut dari seorang warga binaan yang sudah bebas.
“Pelaku berdua menggunakan handphone. Mereka mendapatkannya dari warga binaan yang sudah bebas,” ujar Heru.
Rutan Kelas I Samarinda pun segera mengambil tindakan tegas. Selain HW dan WW. Heru menegaskan, pihaknya akan mencabut segala hak para napi yang terlibat, termasuk hak untuk dibesuk keluarga.
“Kami amankan dan periksa juga sembilan orang yang terlibat. Mereka membeli. Intinya, kami cabut segala haknya,” tegasnya.
Adanya alat komunikasi di dalam rutan menjadi masalah serius yang perlu diatasi. Pihak Rutan pun mengakui bahwa sistem pengamanan yang ada saat ini masih banyak kekurangan. Salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah penggunaan mesin x-ray atau metal detector untuk mendeteksi barang terlarang, namun alat yang dimiliki kini dalam kondisi rusak. Perbaikan mesin tersebut membutuhkan anggaran yang cukup besar.
“Itu x-ray ada, tapi rusak. Untuk perbaikan, kami butuh dana sekitar Rp 300 juta,” ungkap Heru.
Selain itu, alternatif lain yang sempat dipertimbangkan adalah pemasangan jammer untuk memutus sinyal telepon di dalam rutan. Namun, pemasangan alat ini juga menuai pro dan kontra.
“Pemasangan jammer akan mengganggu sinyal di sekitar rutan. Dulu, daerah lain yang menggunakan itu justru mengganggu fasilitas umum lainnya,” tambah Heru.
Pihak Rutan Kelas I Samarinda menegaskan akan terus berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk menutup celah peredaran narkotika yang dikendalikan dari dalam penjara. Sebuah peringatan bahwa meskipun terkadang terkesan tak terlihat, potensi ancaman dari dalam lembaga pemasyarakatan tetap ada dan harus diwaspadai. (Yah/Fch/Klausa)