Samarinda, Klausa.co – Kasus dugaan cek kosong senilai Rp2,7 miliar yang menyeret nama Ketua DPRD Kalimantan Timur, Hasanuddin Mas’ud, kembali mencuat setelah kuasa hukum pelapor, Jumintar Napitupulu, mengambil langkah lanjut. Sebagai informasi, pada 2021 lalu penyelidikan kasus ini dihentikan oleh Polresta Samarinda. Namun baru-baru ini Jumintar bersama kliennya, Irma Suriyani, kembali menarik barang bukti dari Polresta Samarinda, dengan maksud membawa kasus ini ke berbagai lembaga penegak hukum lainnya.
“Kami telah mengambil barang bukti berupa cek kosong dari Polresta Samarinda sebagai langkah hukum berikutnya,” ujar Jumintar pada Rabu (13/11/2024).
Ia menegaskan bahwa cek tersebut akan menjadi elemen penting dalam laporan yang akan disampaikan ke enam institusi, yakni Mabes Polri, Propam Mabes Polri, Biro Wasidik, Komnas HAM, Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, serta Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur.
Menurut Jumintar, kasus ini bermula pada 2020 dan resmi naik ke tahap penyidikan pada 2021. Namun, secara tiba-tiba, penyelidikan dihentikan pada akhir tahun yang sama. Ia mengaku pihaknya hanya diberitahu melalui SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan) bahwa kasus ini “bukan tindak pidana,” namun tak pernah ada penjelasan mendetail soal alasan penghentian penyidikan.
Tak hanya itu, Jumintar juga mengungkapkan adanya sejumlah kejanggalan, termasuk belum diperolehnya hasil cek laboratorium atas tanda tangan pada cek kosong tersebut. Hal ini, menurutnya menjadi bukti kunci dalam kasus ini.
“Sampai saat ini, kami belum menerima hasil pemeriksaan laboratorium. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar karena pengecekan tanda tangan dilakukan dalam gelar khusus, namun justru penyidikannya dihentikan begitu saja,” ujarnya.
Di pihak lain, Irma Suriyani, sang pelapor, menyatakan bahwa penghentian penyidikan ini sangat janggal. Ia menduga adanya intervensi tertentu dalam kasus ini, mengingat figur Hasanuddin sebagai pejabat tinggi. Diketahui, cek yang diterbitkan Hasanuddin senilai Rp2,7 miliar tersebut terkait dengan perusahaan yang telah dinyatakan pailit setahun sebelum penerbitan cek.
Menanggapi hal ini, Kapolresta Samarinda Kombes Pol Ari Fadli melalui Kasat Reskrim, Fery Putra Samundra, menyampaikan bahwa penanganan kasus sudah sesuai prosedur. Menurutnya, pada 31 Agustus 2021, telah dilakukan gelar perkara di Bareskrim Mabes Polri, dan hasilnya menyatakan bahwa unsur pidana dalam kasus ini tidak terpenuhi sesuai Pasal 378 KUHP.
“SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) diterbitkan karena tidak terpenuhinya unsur pidana. Untuk cek memang asli, tetapi specimen tanda tangan di dalamnya tidak identik, yang dibuktikan melalui pemeriksaan laboratorium,” jelas Fery. (Yah/Fch/Klausa)