Samarinda, Klausa.co – Penolakan warga mengiringi rencana pembangunan insinerator di Samarinda. Proyek pengelolaan sampah dengan proses pembakaran itu diproyeksikan berdiri di Jalan Hasanuddin RT 17, Kelurahan Baqa, Kecamatan Samarinda Seberang. Namun, warga yang sudah puluhan tahun menempati kawasan tersebut menolak keras sebelum pemerintah membuktikan kejelasan status lahan.
Warga mengakui bahwa area itu memang jalur hijau dan mereka tidak memiliki sertifikat hak guna bangunan (HGB). Kendati begitu, selama ini penggunaan lahan dilakukan secara terbuka dan diketahui pemerintah tanpa ada teguran resmi.
“Apakah benar itu lahan pemerintah kota atau negara? Paling sederhana, tunjukkan sertifikatnya,” ucap Anggota Komisi I DPRD Samarinda, Ronal Stephen Lonteng, saat rapat dengar pendapat.
Ia menegaskan, pemerintah harus bersikap transparan dan tidak menutup-nutupi dokumen aset.
Di sisi lain, Kasubbag Aset BPKAD Samarinda, Deni, menyebut dirinya tidak bisa sembarangan membuka dokumen aset tanpa izin resmi.
“Saya harus punya izin untuk menyerahkan dokumen ini. Tidak bisa semerta-merta saya langsung membuka,” jelasnya.
Menjawab kebuntuan tersebut, Anggota DPRD Samarinda, Aris Mulyanata, mengusulkan agar dewan secara resmi melayangkan surat ke BPKAD untuk mengakses dokumen legalitas lahan..
“Itu langkah minimal agar semua pihak mendapatkan informasi resmi,” ujarnya.
Komisi I DPRD Samarinda memastikan rapat ini akan ditindaklanjuti melalui mekanisme formal. Sementara itu, warga berharap pemerintah tidak mengambil keputusan sepihak sebelum status lahan benar-benar jelas dan seluruh data kepemilikan dibuka secara transparan. (Yah/Fch/Klausa)
