Klausa.co

11 Maret 1966, Supersemar Ditandatangani: Secarik Kertas Pengubah Peta Politik Indonesia

Surat Perintah Sebelas Maret. (Foto: Istimewa)

Bagikan

Klausa.co – Pada 11 Maret 1966 alias 59 tahun yang lalu, sebuah peristiwa besar terjadi mengubah peta politik Indonesia. Peristiwa itu dikenal sebagai Supersemar atau Surat Perintah Sebelas Maret, sebuah dokumen yang memberikan kewenangan kepada Letjen Soeharto untuk mengambil tindakan guna memulihkan keamanan dan ketertiban nasional. Namun, di balik peristiwa ini, terdapat banyak misteri yang belum terpecahkan.

Lalu, bagaimana kronologi peristiwa ini? Apakah benar Soekarno menyerahkan kekuasaan secara sukarela? Atau ada skenario lain yang dimainkan oleh pihak militer?

Latar Belakang Supersemar

Pasca-peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S), Indonesia mengalami gejolak politik yang hebat. Partai Komunis Indonesia (PKI) dituduh sebagai dalang pemberontakan, dan ribuan anggotanya diburu serta dibunuh dalam rentetan aksi pembersihan. Di sisi lain, Presiden Soekarno mulai kehilangan kepercayaan dari militer dan rakyat.

Pada awal 1966, demonstrasi dari berbagai kelompok, terutama mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), semakin intensif. Mereka menuntut Pembubaran PKI, pembersihan kabinet dari unsur G30S, serta penurunan harga barang yang melambung tinggi.

Suasana semakin memanas ketika pasukan militer mengepung Istana Merdeka pada 11 Maret 1966, tepat di tengah rapat kabinet yang dipimpin oleh Soekarno. Presiden yang merasa terancam akhirnya memutuskan meninggalkan Jakarta dan bertolak ke Istana Bogor.

Baca Juga:  Wartawan Samarinda itu Bernama Hamidhan, Saksi Mata Proklamasi yang Menolak Jabatan Gubernur Kalimantan

Kronologi Penandatanganan Supersemar

11 Maret 1966 menjadi hari yang paling bersejarah dalam transisi kekuasaan Indonesia. Berikut kronologi peristiwa yang mengarah pada penandatanganan Supersemar:

Pukul 13.00 WIB
Presiden Soekarno memimpin sidang kabinet di Istana Merdeka, Jakarta. Di tengah rapat, Pasukan Cakrabirawa (Pengawal Presiden) tiba-tiba bersiaga karena mencurigai pergerakan sejumlah pasukan tak dikenal di sekitar istana.

Pukul 14.00 WIB
Soekarno menerima informasi bahwa ada pasukan tak dikenal yang mendekati Istana Merdeka. Setelah berkonsultasi dengan beberapa menteri dan ajudannya, Soekarno memutuskan pergi ke Istana Bogor dengan helikopter untuk menghindari situasi yang semakin memanas.

Pukul 19.00 WIB
Tiga jenderal, yaitu Brigjen M. Jusuf, Mayjen Basuki Rachmat, dan Brigjen Amir Machmud, datang ke Istana Bogor atas perintah Letjen Soeharto. Mereka membawa sebuah dokumen yang disebut sebagai Supersemar dan meminta Soekarno untuk menandatanganinya.

Pukul 21.00 WIB
Soekarno akhirnya menandatangani dokumen Supersemar yang berisi perintah kepada Soeharto untuk mengambil tindakan guna memulihkan ketertiban dan keamanan negara.

Baca Juga:  Peristiwa Sanga-Sanga 27 Januari 1947, Jejak Perjuangan Merebut Kemerdekaan di Kalimantan Timur

12 Maret 1966
Kurang dari 24 jam setelah menerima Supersemar, Soeharto langsung membubarkan PKI dan menangkap 15 menteri yang dianggap pro-Soekarno.

Sejak saat itu, Soekarno semakin kehilangan kekuasaan, dan Soeharto mulai mengkonsolidasikan diri sebagai pemimpin baru Indonesia.

Kontroversi dan Misteri Supersemar

Hingga kini, keberadaan salinan dokumen asli Supersemar masih menjadi misteri. Sejumlah versi teks yang beredar memiliki perbedaan isi, dan tidak ada bukti konkret bahwa Soekarno memberikan perintah eksplisit kepada Soeharto untuk mengambil alih pemerintahan.

Sejumlah teori mencuat mengenai apakah Supersemar merupakan hasil paksaan atau manipulasi. Dalam buku “Supersemar Palsu: Kesaksian Tiga Jenderal” karya A. Pambudi, disebutkan bahwa ada kemungkinan naskah asli telah diubah atau bahkan dipalsukan.

Selain itu, dalam buku “Membongkar SUPERSEMAR!” yang ditulis oleh Baskara T. Wardaya, diungkap bahwa dokumen ini menjadi alat legitimasi bagi Soeharto untuk menggeser Soekarno secara perlahan. Bahkan, sejumlah dokumen dari Kedutaan Besar Amerika Serikat menunjukkan bahwa CIA sudah memantau situasi ini sejak awal.

Sejarawan lain seperti Hendra Kurniawan dalam jurnalnya “Supersemar: Sejarah dalam Balutan Kekuasaan” juga menyebutkan bahwa Supersemar bukan hanya sekadar perintah biasa, tetapi merupakan bagian dari strategi politik militer untuk mengambil alih kekuasaan.

Baca Juga:  20 Februari 1967 Kurt Cobain Lahir: Ikon Grunge yang Pergi Terlalu Cepat

Supersemar menjadi titik balik sejarah Indonesia. Beberapa dampak besar dari peristiwa ini, PKI secara resmi dibubarkan, para pejabat yang diduga pro-Soekarno disingkirkan dari pemerintahan, dan peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto.

Soekarno semakin kehilangan pengaruh dan akhirnya dicabut mandatnya melalui Sidang MPRS pada Maret 1967. Soeharto diangkat sebagai Pejabat Presiden pada 12 Maret 1967, yang kemudian menjadi Presiden penuh setahun kemudian.

Supersemar menjadi fondasi bagi berdirinya rezim Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto selama 32 tahun. Rezim ini dikenal dengan stabilitas politik yang kuat tetapi juga penuh dengan represi terhadap lawan politik.

Referensi:
– Baskara T. Wardaya, Membongkar SUPERSEMAR!
– A. Pambudi, Supersemar Palsu: Kesaksian Tiga Jenderal
– Hendra Kurniawan, Supersemar: Sejarah dalam Balutan Kekuasaan
– Defa Akhdan Naufal, Supersemar dan Stabilitas Politik: Analisis Transformasi Kekuasaan
– Artikel dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga dan Universitas Diponegoro

(Fch2/Klausa)

Bagikan

.

.

Search
logo klausa.co

Afiliasi :

PT Klausa Media Indonesia

copyrightⓑ | 2021 klausa.co