Samarinda, Klausa.co – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menjawab kekhawatiran tenaga honorer terhadap keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Republik Indonesia.
Diddy Rusdiansyah yang merupakan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kaltim pun mempertegaskan bahwa Gubernur Isran Noor tidak akan menghapus tenaga honorer di lingkungan Provinsi, justru akan mempertahankannya.
“Pak Isran menyatakan tidak menghapus tenaga honorer karena mereka masih tetap diperlukan, nggak usah ribut santai saja,” ucapnya usai mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi I DPRD Kaltim.
Ditanya terkait jumlah tenaga honorer yang ada di Benua Etam, Diddy menerangkan bahwa jumlah tenaga honorer itu disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing OPD.
“Tenaga honorer ini wewenangnya itu di masing-masing OPD makanya disebut tenaga kontrak. Pak Isran Noor juga menyatakan tidak akan menghapus tenaga honorer. Tapi semua kewenangan ada di masing-masing OPD,” jelasnya pada Senin (27/6/2022).
Hal tersebut karena tenaga honorer tidak termasuk dalam anggaran gaji pegawai, melainkan menggunakan anggaran belanja barang dan jasa di masing-masing OPD.
“Makanya kalau diperlukan OPD ya silahkan, kalau tidak ya bisa berhenti. Pada intinya, tenaga honorer tidak dihapus, kita tidak bicara jumlah tapi tenaga honorer masih diperlukan,” paparnya di Gedung D Komplek DPRD Kaltim jalan Teuku Umar.
“Selain itu, tenaga honorer menggunakan anggaran belanja di masing-masing OPD. Jadi kalau OPD mau merekrut ya tergantung keperluannya. Tapi kita menyarankan untuk membatasi dulu sesuai keperluan saja,” sambung mantan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kaltim tersebut.
Sementara itu di tempat yang sama, Ketua Komisi I DPRD Kaltim Baharuddin Demmu membenarkan bahwa Pemprov tidak akan melakukan penghapusan tenaga honorer karena akan menimbulkan dampak sosial.
Menurut Demmu, Pemerintah Pusat tidak adil terhadap Pemerintah Daerah. Pasalnya, pembiayaan dan hak-hak tenaga honorer itu ditanggung semua oleh daerah bukan Pemerintah Pusat.
“Bayangkan saja, pembiayaannya dibebankan ke daerah tapi rekrutmennya diatur Pemerintah Pusat. Kita disuruh membiayai tapi pusta yang ngatur rekrutmennya, jadi itu yang membuat kita tidak terima juga,” tegasnya.tegasnya
Jika sebelumnya pembiayaan untuk tenaga honorer itu sekitar Rp 3 juta, maka pada saat menjadi PPPK itu naik paling sedikit Rp 5,9 juta dan dibiayai APBD bukan APBN.
“Dampaknya apa, program infrastruktur dikurangi karena pembiayaan tenaga honorer ke PPPK itu akan naik. Pembiayaan kita terbebani karena pengangkatan, maka kita berharap agar pusat menambah anggaran. Jadi jangan dibebankan semua ke daerah, ke pusat juga dong,” pintanya.
(APR/ADV/Diskominfo Kaltim)
IKUTI BERITA KLAUSA LAINNYA DI GOOGLE NEWS