Samarinda, Klausa.co – Persidangan dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) yang menjerat mantan Direktur Utama PT Mahakam Gerbang Raja Migas (MGRM), Iwan Ratman. Kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Samarinda, pada Kamis (22/7/2021) siang. Dalam persidangan beragendakan pembacaa Putusan Sela, Majelis Hakim melalui amar putusannya dengan tegas menyatakan menolak atas eksepsi terdakwa.
Seperti diketahui, dalam fakta persidangan sebelumnya, Iwan Ratman melalui Kuasa Hukumnya menyatakan keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim yang dianggap tak sesuai dengan perbuatan terdakwa.
Dimana bekas pimpinan Perusda milik Pemkab Kutai Kartanegara (Kukar) ini, didakwa melakukan tindak pidana korupsi pengerjaan proyek fiktif pembangunan tangki timbun dan terminal BBM. Hingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 50 miliar.
Proyek pembangunan tangki timbun dan terminal BBM itu rencananya dibangun di Samboja, Balikpapan dan Cirebon. Namun pekerjaan itu tak kunjung terlaksana. Iwan Ratman lantas dituduh menilap uang proyek sebesar Rp 50 miliar dengan cara dialirkan ke perusahaan swasta miliknya.
Atas dakwaan JPU itu, terdakwa Iwan Ratman melalui kuasa hukumnya menyampaikan tiga poin utama didalam eksepsinya. Poin pertama mengenai sengketa perdata. Kala itu, mereka menyebut bahwa Participating Interest (PI) bukan berasal dari uang negara.
PI dikatakannya berasal dari kontraktor swasta, yang diberikan kepada persero. Sementara di dalam dakwaan JPU mengenai asal usul anggaran yang digunakan PT MGRM, untuk proyek pembangunan tangki timbun dan terminal BBM, berasal dari dividen Pertamina Hulu Mahakam (PHM) sebesar 10 persen.
Dari jumlah itu, Pemkab Kukar mendapatkan bagian 3,5 persen. Sedangkan sisanya mengalir ke Pemprov Kaltim. Dana hasil migas sebesar Rp 70 miliar yang diterima oleh Pemkab Kukar ini kemudian dikelola oleh PT MGRM.
Dari Rp 70 miliar ini, Rp 50 miliar di antaranya untuk membangun tangki timbun dan terminal BBM, di Samboja, Balikpapan dan Cirebon. Atas dasar itu, kuasa hukum terdakwa menyebut anggaran yang dikelola oleh PT MGRM, bukanlah uang negara. Melainkan pemasukan dividen dari persero kepada Pemkab Kukar melalui Pemprov Kaltim.
Didalam persidangan yang dipimpin oleh Hasanuddin selaku ketua majelis hakim, dengan didampingi Arwin Kusmanta dan Suprapto sebagai hakim anggota. Nampak Iwan Ratman yang saat ini tengah menjalani masa penahanannya di Rumah Tahanan (Rutan) Mapolresta Samarinda kembali dihadirkan sebagai pesakitan melalui sambungan virtual.
“Sidang dengan perkara nomor 25/Pid.Sus-TPK/2021/PN Smr, terdakwa atas nama Iwan Ratman Bin Mansyur Yusuf, dengan ini kembali dibuka,” ucap Ketua Majelis Hakim sembari mengetuk palu persidangan.
Setelah perisdangan kembali dibuka, Majelis Hakim langsung melanjutkan pembacaan amar putusan sela atas eksepsi yang sebelumnya diajukan oleh terdakwa. Dalam amar putusannya, Ketua Majelis Hakim dengan tegas menyatakan, bahwa keberatan dari Kuasa Hukum terdakwa Iwan Ratman, tidak diterima atau ditolak.
“Sehingga dengan ini, memerintahkan Penuntut Umum agar tetap melanjutkan pemeriksaan perkara nomor 25/Pid.Sus-TPK/2021/PN Smr, atas nama terdakwa Iwan Ratman Bin Mansyur Yusuf,” ungkap Ketua Majelis Hakim.
Selain itu, Majelis Hakim juga menangguhkan biaya perkara sampai dengan putusan akhir. Setelah memberikan putusan, Majelis Hakim kemudian menutup persidangan dan akan kembali dilanjutkan pada Kamis (29/7/2021) mendatang, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.
Dikonfirmasi usai persidangan, JPU Zaenurofiq dari Kejaksaan Tinggi Kaltim ketika dimintai tanggapannya atas Putusan Sela tersebut, menjelaskan, bahwa keberatan Kuasa Hukum terdakwa mengenai PN Tipikor Samarinda tidak berwenang mengadili karena perkara a quo bukan perkara korupsi. Dan tidak ada kerugian negara yang dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Namun Majelis Hakim memberikan jawaban, bahwa BPKP tetap berwenang melakukan perhitungan kerugian negara sesuai Putusan MK No.31/PPU-X/2012 tgl 23-10-2012. Sehingga PN Tipikor Samarinda, berwenang untuk mengadili perkara a quo, karena PT MGRM berdomisili di Tenggarong.
Selain itu pengalihan dana Rp 50 Miliar dari Rekening PT MGRM di Bank Mandiri Cabang Tenggarong ke Rekening PT Petro TNC International, sehingga locus deliktinya masuk yuridiksi di PN Tipikor Samarinda.
Terkait dakwaan yang dianggap terdakwa tidak cermat dan tidak lengkap, Majelis Hakim sudah memberikan jawabannya. Bahwa dakwaan JPU sudah menuliskan nama dan identitas, serta pekerjaan terdakwa secara cermat dan surat dakwaan sudah ditandatangani JPU.
“Selain itu, uraian perbuatan terdakwa juga sudah dijelaskan secara jelas tempat kejadian perkara dilakukan, dan uraian bagimana tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa juga sudah diuraikan sesuai dengan pasal yang didakwakan kepada terdakwa,” terang Zaenurofiq.
Dalam sidang pembacaan dakwaan, terdakwa Iwan Ratman didakwa telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi. Hingga sebesar Rp 50 miliar.
“Atau setidak-tidaknya sejumlah uang tersebut yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 50 miliar. Dengan mengalihkan dana sejumlah Rp 50 Miliar ke PT Petro TNC Internasional, dalam rangka pelaksanaan perjanjian kerja sama Proyek Tangki Timbun dan terminal BBM di Samboja Kaltim,” ungkapnya.
Pria yang pernah dinobatkan sebagai TOP CEO BUMD tersebut, merupakan pemilik sekaligus pemegang saham di PT Petro T&C International. Dari perusahaan inilah, diduga terdakwa Iwan Ratman menilap uang puluhan miliar tersebut.
Kerugian negara sebesar Rp 50 miliar tersebut, sebagaimana tertuang dari hasil Laporan Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kalimantan Timur, dengan Nomor LAPKKN-74/PW.17/5/2021 tertanggal 16 April 2021.
Atas dugaan perbuatannya, Iwan dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1), Junto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan atas UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Junto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Dan subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana KorupsI, Junto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana. (Tim Redaksi Klausa)