Tenggarong, Klausa.co – Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brida) Kukar yang berada di bawah Pemkab Kukar mengadakan seminar penelitian tentang dampak keberadaan Ibu kota Nusantara (IKN) terhadap penerimaan dan pengeluaran daerah. Seminar ini dihadiri oleh narasumber dari Pusat Riset Pemerintahan Dalam Negeri, yaitu Mardyanto Wahyu Tryatmoko selaku kepala, Hotnier Sipahutar, Dr Riris Katharina, Dr Pitri Yandri, dan Aninda Wisaksanti Rudiastuti selaku peneliti ahli utama.
Seminar yang berlangsung di ruang serbaguna kantor Bupati Kukar pada Kamis (12/10/2023) ini dibuka oleh Sekda Kukar Sunggono. Peserta seminar terdiri dari OPD terkait, kecamatan terkait, akademisi, dan peneliti di Brida Kukar.
Sunggono mengucapkan terima kasih kepada Brida Kukar yang telah melakukan riset untuk mendukung optimalisasi pemerintah dalam mempercepat pembangunan daerah yang tepat sasaran dan berdaya saing. Ia juga mengatakan bahwa Pemkab Kukar harus bersiap untuk menawarkan potensi daerah kepada IKN, seperti pertanian, pariwisata, dan jasa.
Ia menjelaskan bahwa berdasarkan UU IKN, Kawasan Strategis Nasional IKN meliputi area darat 256.142 hektare dan perairan laut 68.189 hektare. Wilayah Kukar yang termasuk dalam kawasan tersebut adalah Kecamatan Loa Kulu, Loa Janan, Samboja, Muara Jawa, dan Samboja Barat yang baru dimekarkan.
“Perubahan ini tentu saja berimplikasi besar bagi sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, terutama dalam hubungannya dengan pemerintah daerah,” ucapnya.
Ia menambahkan bahwa ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan oleh Pemkab Kukar dalam berhubungan dengan otorita IKN, seperti sumber daya ekonomi daerah dan kemampuan fiskal, kawasan konservasi, sosial dan kemasyarakatan, pertanahan dan agraria.
Menurutnya, saat ini Kukar masih bergantung pada sektor SDA yang bersifat ekstraktif. Oleh karena itu, Kukar telah menyumbang ratusan triliun untuk negara dan industri eksploratifnya. Namun, pemindahan IKN tidak menjamin adanya pemindahan pusat bisnis ke Kukar, hanya pusat pemerintahannya saja. Sementara itu, sebagian besar perusahaan tambang yang ada di Kukar masih berpusat di Jakarta.
Ia berharap agar Otorita IKN memiliki konsep yang baik dalam menangani persoalan sosial, kemasyarakatan, dan konflik terkait agraria dan pertanahan yang menjadi permasalahan saat ini. Salah satu contohnya adalah kawasan Bukit Suharto yang secara de jure merupakan kawasan hutan konservasi, tetapi di dalamnya terdapat masyarakat yang beraktivitas.
Ia juga menekankan pentingnya batas daerah dalam pengadaan tanah untuk umum agar tidak terjadi konflik. Selain itu, ia juga meminta perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat (tanah-tanah Grant Sultan). Ia menyatakan bahwa Pemkab Kukar sebagai daerah mitra mendukung proses pembangunan IKN secara sinergi dan terintegrasi.
“Daerah sekitar IKN juga merupakan daerah mitra, sehingga pembangunan IKN harus diiringi dengan pembangunan wilayah sekitar IKN,” katanya.
Ia berharap agar peserta seminar mengikuti materi dengan seksama, karena hasil dan rekomendasi dari seminar ini akan diinternalisasi dan disampaikan ke tingkat nasional untuk diseminarkan dengan kementerian terkait dan lembaga DPR RI.
“Ini untuk memastikan bahwa kebijakan ini berkomunikasi secara politik di DPR RI,” tutupnya. (Dy/Mul/ADV/Diskominfo Kukar)