Samarinda, Klausa.co – Sorotan kembali mengarah ke Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus Universitas Mulawarman (KHDTK Unmul) . Kasus perambahan dan aktivitas tambang ilegal kembali dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di Gedung E DPRD Kalimantan Timur, Senin (5/5/2025).
RDP yang melibatkan lintas komisi DPRD Kaltim ini juga dihadiri Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK), Dinas ESDM Kaltim, Gakkum KLHK, Polda Kaltim, pengelola KHDTK, serta perwakilan Fakultas Kehutanan Unmul.
Kepala Laboratorium Alam KHDTK Unmul, Rustam Fahmy, menegaskan pentingnya KHDTK bukan hanya bagi kepentingan akademik, tetapi juga bagi masyarakat Samarinda yang terdampak langsung oleh keberadaannya.
“Ini bukan hibah dari pemerintah kota, tapi warisan dari senior-senior Fakultas Kehutanan. Sejak Agustus 2024, ada indikasi perambahan dan tambang ilegal di kawasan ini,” ujar Rustam.
Rustam menambahkan, kawasan itu telah dipagari sejak era Wali Kota Achmad Amins, tidak semestinya ada alasan bagi pihak mana pun untuk mengklaim ketidaktahuan terhadap batas kawasan.
Ia juga menilai kasus ini bisa menjadi pintu masuk bagi penanganan persoalan serupa di Labanan, Bukit Soeharto, dan Sebulu.
Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi, menegaskan bahwa penyelesaian kasus KHDTK menjadi prioritas dewan. Salah satu hasil rapat adalah memberi tenggat dua pekan bagi aparat penegak hukum untuk menetapkan tersangka.
“Kalau dalam dua minggu tidak ada perkembangan, kami akan evaluasi ulang. Bahkan kami mendorong pembentukan Pansus agar proses penanganan bisa lebih komprehensif,” ujarnya.
Darlis juga menyebutkan bahwa kegiatan tambang di KHDTK akan diklasifikasi sebagai aktivitas ilegal yang berkonsekuensi hukum pidana dan perdata. Fakultas Kehutanan pun diminta segera menyelesaikan valuasi ekonomi atas kerugian untuk dasar tuntutan perdata.
“Pengelola KHDTK juga disarankan mengajukan revisi izin ke Kementerian ESDM. Kami ingin semua proses ini dilakukan transparan,” tambahnya.
Kepala Balai Gakkum KLHK Kalimantan, Leonardo Gultom, melaporkan bahwa penyelidikan sudah berjalan. Dari 14 saksi yang dipanggil, 10 di antaranya telah memberikan keterangan. Sisanya mangkir tanpa alasan jelas.
“Kami akan berkoordinasi dengan Polda untuk menetapkan status DPO bagi mereka yang tidak kooperatif. Uji forensik dan pencarian bukti fisik juga akan dilakukan untuk menguatkan proses hukum,” terang Leonardo. (Din/Fch/ADV/DPRD Kaltim)