Jakarta, Klausa.co – Sebagai pekerja, siapa yang tidak ingin mendapatkan upah yang layak dan sesuai dengan kinerja? Namun, di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu, penetapan upah minimum menjadi isu yang selalu menimbulkan pro dan kontra. Bagaimana pemerintah menetapkan kebijakan upah minimum tahun 2024? Apa saja tantangan dan harapan yang dihadapi oleh para pekerja dan pengusaha?
Pada Senin (20/11/2023), Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menggelar rapat koordinasi nasional tentang kebijakan penetapan upah minimum tahun 2024 bersama Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian di kantor Kemendagri Jakarta. Dalam rapat tersebut, Ida Fauziyah mengingatkan para gubernur, bupati, dan wali kota untuk menetapkan dan mengumumkan upah minimum provinsi (UMP) 2024 paling lambat pada 21 November 2023, dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2024 paling lambat pada 30 November 2023.
Ida Fauziyah menegaskan bahwa kebijakan penetapan upah minimum harus berdasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 51 Tahun 2023 tentang Perubahan PP 36/2021 tentang Pengupahan. PP tersebut telah ditetapkan oleh Presiden RI dan diundangkan pada tanggal 10 November 2023. PP tersebut mengatur tentang tiga hal penting terkait upah minimum, yaitu:
Upah minimum berlaku untuk pekerja dengan masa kerja di bawah satu tahun.
Formula penyesuaian atau kenaikan upah minimum menggunakan tiga variabel utama, yaitu inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu yang disimbolkan dengan alpha.
Kebijakan pengupahan untuk pekerja dengan masa kerja di atas satu tahun wajib menggunakan struktur skala upah (SUSU) yang berbasis produktivitas atau kinerja.
Ida Fauziyah mengatakan bahwa kebijakan tersebut bertujuan untuk memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi pekerja, sekaligus mendorong produktivitas dan daya saing perusahaan. Ia juga mengapresiasi dukungan dan kerja keras dari para kepala daerah, kapolda, kabinda, dan dewan pengupahan daerah dalam menyukseskan penetapan upah minimum tahun 2024 di seluruh wilayah Indonesia.
Namun, tidak semua pihak merasa puas dengan kebijakan tersebut. Beberapa serikat pekerja menilai bahwa formula penyesuaian upah minimum masih kurang memperhatikan kebutuhan hidup layak (KHL) pekerja. Mereka juga menuntut transparansi dan keterlibatan pekerja dalam proses penetapan upah minimum. Sementara itu, beberapa pengusaha mengkhawatirkan dampak kenaikan upah minimum terhadap biaya produksi dan kinerja perusahaan. Mereka meminta pemerintah memberikan insentif dan kemudahan bagi perusahaan yang terkena dampak pandemi Covid-19.
Bagaimana nasib pekerja dan pengusaha di tahun 2024? Apakah upah minimum dapat memenuhi harapan dan kebutuhan mereka? Ataukah upah minimum hanya menjadi angka kosong yang tidak berarti? Hanya waktu yang dapat menjawab. (Mar/Bob/Klausa)