Samarinda, Klausa.co – Sidang kasus peredaran narkoba jenis sabu seberat 7,33 kilogram, yang berhasil diungkap jajaran Ditreskoba Polda Kaltim di Kota Tepian, kembali bergulir secara daring di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda pada Kamis (4/11/2021) siang.
Dengan menghadirkan kedua terdakwa sebagai pesakitan, atas nama Muhtar alias Amang dengan nomor perkara 630/Pid.Sus/2021/PN Smr. Dan Hadi Mauliansyah alias Hadi dengan nomor perkara 31/Pid.Sus/2021/PN Smr.
Persidangan yang dipimpin oleh Muhamad Nur Ibrahim selaku Ketua Majelis Hakim itu, kini sudah memasuki agenda pemeriksaan saksi. Yang kemudian dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan kedua terdakwa dari berkas perkara yang berbeda.
Sebelum masuk kedalam fakta perisdangan, perlu diketahui bahwa perkara yang menjerat Muhtar dan Hadi ini, berkat peran Ditresnarkoba Polda Kaltim. Dalam keberhasilannya mengungkap peredaran sabu jumlah besar di Ibu Kota Kaltim.
Pengungkapan ini terjadi di sekitar Jembatan Mahkota II, pada Senin 2 Agustus lalu, sekitar pukul 15.30 Wita. Adapun pelaku yang berhasil diringkus polisi kala itu, adalah Hadi (38) warga Jalan Tenggiri RT 19 No. 12 Kelurahan Sidodamai Kecamatan Samarinda Ilir.
Serta Muhtar (45), yang merupakan warga Jalan KH Mansur, Kelurahan Loa Bakung, Kecamatan Sungai Kunjang, Samarinda. Dengan jumlah barang bukti sabu yang berhasil diamankan seberat 7.330 gram brutto atau 7,33 Kg.
Muhtar dan Hadi ditangkap usai mengambil kiriman paketan sabu di Jalan Poros Samarinda-Balikpapan, KM 5, Kecamatan Loa Janan Ilir. Keduanya ditangkap berkat adanya informasi, yang menyebutkan akan terjadi sebuah transaksi narkoba di kawasan tersebut.
Informasi itu kemudian ditindaklanjuti Tim Opsnal Subdit III Ditresnarkoba Polda Kaltim. Singkatnya, penyelidikan kemudian mulai dilakukan pada 1 Agustus lalu. Namun operasi ini berhasil diungkap keesokan harinya.
Polisi yang telah mengantongi ciri-ciri pelaku, menangkap keduanya ketika sedang melintas mengendarai mobil agya KT 1275 EG menuju pintu masuk jembatan Mahkota II, segmen Kecamatan Samarinda Seberang.
Singkat cerita, keduanya berhasil diringkus polisi tanpa perlawanan. Saat dilakukan penggeledahan, ditemukan 7 bungkus narkotika jenis sabu dengan berat total sekitar 7.330 gram brutto. Beserta barang bukti lainnya, satu tas ransel coklat abu-abu sebagai wadah menyimpan sabu, 1 handphone Nokia dan 1 unit mobil Agya KT 1275 EG.
Kembali ke dalam persidangan. Majelis Hakim mengawali persidangan dengan melakukan pemeriksaan pada saksi terakhir. Namun yang bersangkutan berhalangan hadir. Sehingga kesaksian diwakilkan dan dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ishaq dari Kejaksaan Tinggi Kaltim.
Keterangan saksi bernama Zulmi didalam BAP-nya, menyebutkan, bahwa dirinya tidak mengetahui apapun mengenai barang yang dibawa oleh terdakwa Muhtar ke dalam mobil. Barang didalam tas coklat itu, awalnya diambil di kawasan Jalan Poros Samarinda-Balikpapan.
Zulmi mengaku, setelah dijemput oleh kedua temannya tersebut, dia hanya tidur di sepanjang perjalanan. Dirinya baru terbangun ketika mobil dihentikan seseorang mengaku sebagai anggota kepolisian. Keterangan saksi Zulmi ini belakangan turut dibenarkan terdakwa Hadi dan Muhtar.
Setelah mendengarkan keterangan saksi Zulmi, persidangan kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan terdakwa. Keduanya diminta untuk saling bersaksi atas perkara mereka masing-masing. Hadi menjadi pertama yang dimintai keterangannya sebagai saksi, didalam berkas perkara Muhtar.
Disampaikan, bahwa Hadi kala itu meminta tolong kepada Muhtar untuk diantarkan mengambil sabu di Jalan Poros Samarinda-Balikpapan KM 5, Kecamatan Loa Janan Ilir.
“Terdakwa muhtar ini tahu tidak, kalau kamu mengajak dia itu untuk mengambil Sabu-Sabu?” tanya Ketua Majelis Hakim.
“Tahu Pak,” jawab Terdakwa Hadi sebagai saksi didalam perkara Muhtar.
“Digaji berapa Muhtar ini?” tanya Ketua Majelis Hakim
“Belum ada omongan, pak” jawab Hadi.
Hadi lantas menerangkan, bahwa niatnya mengajak Muhtar untuk mengambil sabu tersebut adalah ketidaksengajaan. Hanya karena temannya itu memiliki mobil.
“Kenapa harus Muhtar yang saudara ajak?” tanya Ketua Majelis Hakim.
“Tidak sengaja pak, karena kebetulan ketemu saja dan dia punya mobil,” jawab Hadi.
Hadi menyampaikan alasan dirinya nekat menjemput kiriman sabu. Karena dirinya sedang membutuhkan uang untuk keperluan rumah tangganya.
Kepada Majelis Hakim, Hadi mengaku, dirinya diperintahkan oleh kenalannya bernama Nanang. Seorang pria yang hingga saat ini masih menjadi buronan polisi. Hadi dijanjikan Nanang, akan mendapatkan upah Rp 2 Juta dari perkilogram sabu. Apabila mau menjemput dan mengantarkan sabu.
Hadi kemudian menyampaikan, kalau dirinya tidak mengenali orang yang memberikan sabu tersebut. Setelah mengambil sabu, kemudian dia disuruh Nanang untuk mengantarkan kristal mematikan itu ke Jalan Pesut. Namun belum juga sampai ke lokasi yang telah disebutkan. Hadi dan Muhtar duluan ditangkap di Jembatan Mahkota II.
Selain itu, Hadi juga mengatakan, kalau tugas menjemput sabu ini sudah yang kedua kalinya. Tugas sebagai kurir yang pertamakali diembannya, seberat 2 Kg. Hadi dibayar Nanang sebesar Rp 4 Juta. Sedangkan peran kurir sabu yang kedua kalinya ini seberat 7 Kg.
“Sudah terima uangnya dari dia (Nanang),” tanya Ketua Majelis Hakim.
“Belum sempat pak, karena ketangkap,” Jawab Hadi.
“Kalau Muhtar, sudah kamu kasi Uang?” tanya Ketua Majelis Hakim.
“Belum, pak,” jawab Hadi.
Hadi menjelaskan, kalau tugas sebagai kurir sabu dengan membawa Muhtar didalam misinya baru yang pertama kali. Pada misi penjemputan sabu yang pertama, dia lakukan sendirian. Selain itu, dirinya juga turut memastikan Majelis Hakim kalau terdakwa Muhtar tidak pernah dihubungi oleh Nanang, ataupun mengenal sang bandar sabu tersebut.
Keterangan yang disampaikan terdakwa Hadi ini lantas dibenarkan oleh Muhtar. Saat menyampaikan keterangan sebagai saksi atas perkara terdakwa Hadi, Muhtar mengaku hanya diajak untuk mengambil sabu di lokasi yang telah disebutkan tersebut.
Muhtar dengan tegas mengatakan, kalau dirinya tidak mengenal ataupun mengetahui siapa yang menyuruh terdakwa Hadi untuk menjemput sabu tersebut.
“Diajak ke sana buat apa, kamu tahu tidak?” tanya Ketua Majelis Hakim.
“Setelah di jalan baru dia cerita pak,” jelas terdakwa Muhtar.
Setelah tiba dilokasi penjemputan sabu, ia hanya menunggu Hadi dari dalam mobil. Sedangkan Hadi pergi sendirian mengambil sabu dari seseorang yang ditemui di tengah jalan.
Setelah mengambil paketan sabu tersebut. Ia diminta mengarahkan kendaraan mobil menuju ke Jalan Pesut di Samarinda. Namun keduanya tertany petugas ketika hendak melintas di Jembatan Mahkota II.
Muhtar mengaku, bahwa dirinya tidak pernah dijanjikan Hadi, mengenai upah dari mengantar mengambil sabu. Bahkan Muhtar menyebutkan, kalau dirinya juga tidak pernah mengetahui berapa berat sabu yang dibawa oleh temannya itu.
Kemudian mengenai mobil yang dikendarainya tersebut, ternyata bukan miliknya. Ia hanya meminjam untuk dia gunakan mencari penumpang.
“Berapa disewa mobil itu sama Hadi?” tanya Ketua Majelis Hakim.
“Tidak ada pak, tidak ada sewa-sewaan,” jawab Muhtar.
“Kalau barang itu sampai di Pesut (Jalan), mau dikasi berapa Hadi?” tanya Ketua Majelis Hakim lebih lanjut.
“Tidak tahu juga pak,” jawab Muhtar.
Keteragan yang disampaikan Muhtar tersebut kemudian dibenarkan oleh terdakwa Hadi. Perbuatan nekat menjadi pengantar paket sabu itulah yang membuat keduanya kemudian didakwa sebagai pengedar narkotika golongan I.
Perbuatan kedua terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 114 Ayat (2) Junto Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang (UU) RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dalam Dakwaan Kesatu.
Di mana tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I.
Perbuatan kedua terdakwa juga sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 112 Ayat (2) Junto Pasal 132 Ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Setelah mendengarkan keterangan dari kedua terdakwa, sidang pun ditutup dan akan kembali dilanjutkan pada Kamis (11/11/2021) pekan depan. Agenda selanjutnya mendengarkan tuntutan dari JPU.
(Tim Redaksi Klausa)