Klausa.co

Sejarah 3 September : Ain Jalut, Saksi Bisu Kemenangan Pertama Umat Islam Lawan Tentara Mongol

Ilustrasi. Perang Ain Jalut kemenangan kaum mmuslimin yang dipimpin Saifuddin Quthuz dan panglimanya Ruknuddin Baibars. (Google)

Bagikan

Klausa.co Pembumihangusan Baghdad pada medio abad ke-13, tepatnya pada 1258 M, oleh bangsa Mongol di bawah kepemimpinan Hulagu Khan, menjadi pukulan telak bagi umat muslim. Ibu kota Kekhalifahan Abbasiyah itu seketika luluh lantak. Ratusan ribu penduduknya bahkan dibantai.

Berbagai fasilitas umum, termasuk perpustakaan, madrasah, masjid, dan rumah sakit setempat, turut dihancurkan tak tersisa. Kendati demikian, kekalahan telak tersebut tak menyebabkan semangat juang umat Islam.

Aliansi jenderal Ruqnuddin Baibars al- Bunduqdari, petinggi militer Ayyubiyah yang membelot sangat ingin membendung serbuan Mongol di wilayah kekuasaan Islam dan Dinasti Mamluk di Mesir sukses mengalahkan pasukan Mongol.

Dalam pandangannya, Sultan Saifuddin Quthuz di Kairo jauh lebih kesatria daripada sang cicit Shalahuddin Al Ayyubi, An Nashir dalam menghadapi gertakan Hulagu.

Advertisements

Pertempuran antara pasukan aliansi Islam dengan tentara Mongol tersebut dikenal dengan Perang Ain Jalut. Perang Ain Jalut terjadi pada 25 Ramadhan 658 H, atau bertepatan dengan 3 September 1260 M.

Pertempuran ini memperhadapkan Bani Mamluk Mesir dengan Mongol. Kesultanan Islam itu dipimpin Saifuddin Quthuz, sedangkan balatentara aliansi Mongol dikomandoi seorang Kristen Nestorian yang bernama Kitbuqa Noyan.

Banyak sejarawan memandang, palagan ini termasuk salah satu pertempuran yang penting dalam sejarah. Sebelumnya, bangsa Mongol selalu memenangkan perang sehingga leluasa mencaplok satu per satu wilayah di sekujur Asia.

Bangsa dari timur ini bahkan mampu menghan curkan Baghdad, ibu kota Kekha li fahan Abbasiyah yang juga salah satu jantung peradaban Islam pada abad ke-13. Dengan reputasi demikian, Mongol menyebarkan ketakutan pada pihak-pihak lawannya. Namun, Dinasti Mamluk tidak gentar.

Baca Juga:  Dibalik Kerusuhan 27 Juli 1996, Dualisme Partai Politik yang Berujung Tragedi
Advertisements

Dari Kairo, Quthuz membuktikan bahwa kaum Muslimin masih berdaya untuk berjuang merebut kembali kehormatan dan harga diri. Hasilnya, Lembah Ain Jalut menjadi saksi bisu kemenangan umat Islam.

Untuk pertama kalinya sejak era Genghis Khan, balatentara Mongol mengalami kekalahan telak. Mereka tak mampu membalas Mamluk, sebagaimana dahulu banyak negeri-negeri Muslimin dilumatnya.

Pada 658 H atau 1260 M, Sultan Quthuz dengan diiringi Baibars mulai menggerakkan pasukannya ke Palestina. Sesampainya di Gaza, mereka berpapasan dengan sekelompok kecil pasukan Mongol.

Dengan cepat, Baibars dapat mengalahkannya. Kemenangan Muslimin ini, walaupun singkat, cukup berdampak pada moral kubu musuh. Dari Gaza, Quthuz dan rombongannya terus bergerak ke arah utara melalui Jalur Acre.

Advertisements

Dalam ekspedisi ini, mereka juga bertemu dengan tentara Salib. Awalnya, kaum Salibis menawarkan bantuan untuk menghadapi Mongol. Namun, Quthuz atas saran dari Baibars menolaknya.

Baginya, pasukan Kristen itu tak bisa dipercaya. Mengingat, salah satu sekutu utama Mongol justru berasal dari kaum Nestorian, yang dipimpin Kitbuqa Noyan. Hingga saat itu, raja Mamluk ini belum mengetahui bahwa Hulagu Khan telah meninggalkan Suriah.

Hulagu terpaksa berangkat ke Karakoram untuk menghadiri pemakaman seorang tetua Mongol, Mongke Khan. Menurut tradisi Mongol, ketika seorang senior mangkat, para pangeran mesti berkumpul di pusara mendiang serta mengadakan rapat untuk menentukan siapa penerusnya.

Nyaris seluruh prajurit utama Mongol yang ada di Suriah ditarik untuk mengiringi kepu langan Hulagu. Itu menandakan, pemimpin Mongol ini menganggap enteng kekuatan pasukan Quthuz.

Baca Juga:  Sejarah 5 Agustus 1947 : Berakhirnya Agresi Militer Belanda I yang Kemudian Hari Kembali Dilanggar Dengan Invasi
Advertisements

Tampuk kepemimpinan pasukan yang akan menghadapi Muslimin diserahkannya kepada Kitbuqa. Pasukan Mamluk akhirnya sampai di Nazareth. Quthuz tidak langsung mengumumkan perang, tetapi mengatur terlebih dahulu penem patan prajuritnya.

Sekelompok orang ditugaskan untuk menjadi mata-mata. Begitu mereka kembali, raja Mamluk itu pun mengetahui, musuh yang akan dihadapi kini dikomandoi seorang Nes torian, Kitbuqatanpa keterlibatan langsung Hulagu Khan.

Ini berarti, kekuatan pasukan berkuda Mongol berkurang cukup signifikan. Memasuki bulan suci, semua perencanaan perang sudah siap. Quthuz menyusun komposisi pasukan utama.

Mereka diarahkan untuk sementara bersembunyi di bukit-bukit sekitar Ain Jalut. Komando berada langsung di bawah Baibars. Pada 15 Ramadhan 658 H, kedua belah pihak telah siap berperang. Quthuz mulai menerapkan strateginya dengan memancing musuh agar sampai ke Ain Jalut.

Advertisements

Kelompok-kelompok pasukan berkuda, dengan mengusung bendera Mamluk, mulai mendekati pasukan Mongol. Gerakan mereka lincah. Tugasnya bukan menyerang, tetapi mengelabui lawan agar mengejarnya.

Benar saja, puluhan ribu pasukan aliansi Mongol, Nestorian, dan sekutunya berduyun-duyun maju. Mereka bagaikan air bah yang menerjang keras. Didorong percaya diri yang besar, mereka yakin dapat melumatkan pasukan Muslimin dengan sekali tebas.

Seolah-olah, kemenangan sudah di depan mata. Balatentara musuh akhirnya memasuki Lembah Ain Jalut. Melihat pemandangan itu, Quthuz langsung memekikkan kalimat takbir, Allahu akbar! Begitu aba-aba dikibarkan, pasukan Mamluk seketika menyerang balik. Keadaan ini berhasil mengejutkan Mongol dan aliansinya.

Baca Juga:  Sejarah 5 Agustus 2003 : Ledakan Bom Mobil Kijang Mengguncang Hotel JW Marriott di Jakarta

Pasukan yang semula menyerbu dengan buas, kini terpaku kebingungan. Ternyata, jumlah prajurit Islam sebanding dengan mereka. Bahkan, umat Islam tampak begitu tangguh dan gagah berani dalam pertempuran.

Advertisements

Nyali pasukan Mongol-Nestorian ini ciut. Banyak di antaranya yang berlari ke belakang, tetapi terhalang pasukan-pasukan berkuda Mamluk. Lebih buruk lagi, Panglima Kitbuqa ditemukan sudah tewas. Jasadnya terkapar di atas gelanggang Ain Jalut.

Pemandangan itu menjungkirbalikkan mental mereka. Sebaliknya, kaum Muslimin semakin berdaya juang untuk mengalahkan musuh. Quthuz memerintahkan pasukannya untuk terus mengejar lawan yang berusaha kabur.

Dengan penuh semangat, Panglima Baibars memimpin pengejaran itu. Kekuatan Mongol yang tersisa akhirnya dapat berlindung pada sebuah benteng di Desa Bisan, sekitaran Ain Jalut. Dalam perang ini, nyaris seluruh 20 ribu pasukan Mongol dan sekutunya tewas.

Inilah untuk pertama kalinya penjajah dari Asia Timur itu menderita kekalahan telak sejak era Genghis Khan. Kemenangan Dinasti Mamluk ini juga berarti terjaganya seluruh peradaban Islam dari kepunahansituasi yang mungkin saja terjadi akibat serbuan membabibuta orang-orang berwatak nomaden itu.

Advertisements

Menyaksikan pudarnya kekuatan musuh, Sultan Quthuz turun dari kudanya. Ia langsung bersujud syukur. Lisannya mengucapkan hamdalah, memuji keagungan Allah SWT. Setelah itu, raja Mamluk ini memimpin shalat syukur berjamaah. Sebab, tiada daya dan upaya kecuali atas izin Zat Yang Mahakuasa.

(Tim Redaksi Klausa)

Bagikan

Search
logo klausa.co

Afiliasi :

PT Klausa Media Indonesia

copyrightⓑ | 2021 klausa.co