Jakarta, Klausa.co – Grace Natalie, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Staf Khusus Presiden Joko Widodo (Jokowi), baru-baru ini mengajak Ketua DPP PDI Perjuangan, Djarot Saiful Hidayat, untuk mengunjungi Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur (Kaltim). Ajakan ini muncul setelah sindiran Djarot soal IKN, menyusul pernyataan Presiden Jokowi yang mengaku tak mau terburu-buru menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) pemindahan IKN dari Jakarta ke Nusantara di Kalimantan. Djarot menilai ambisi Jokowi untuk memindahkan IKN dalam waktu dekat terlalu dipaksakan.
“Inilah salah satu konsekuensi dari kebijakan yang tergesa-gesa, terutama dalam implementasinya,” ujar Djarot di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (9/7/2024).
Ajakan Grace kepada Djarot malah mendapat kritik tajam dari organisasi PDI Perjuangan, Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem). Organisasi ini menyatakan bahwa ajakan tersebut tidak diperlukan. Menurut mereka, alangkah lebih bermanfaat jika Grace mengajak masyarakat dari Suku Dayak untuk melakukan survei ke IKN dibanding Djarot.
“Sebab, mereka adalah masyarakat asli Kalimantan yang suaranya perlu didengar. Terlebih pembangunan ibu kota baru ini dibangun di atas tanah yang sudah mereka jelajahi turun-temurun,” ujar Ketua Umum Repdem, Wanto Sugito, dalam pernyataannya kepada media.
Wanto menambahkan, dilibatkannya masyarakat adat, khususnya Dayak, sangat penting dalam setiap tahap pembangunan IKN. Pasalnya, mereka memiliki pengetahuan lokal yang sangat berharga.
“Serta dapat memberikan masukan terkait dampak sosial, budaya, dan lingkungan dari proyek tersebut,” lanjutnya.
Sebelumnya, Grace menjelaskan, kunjungan ke IKN bertujuan untuk memahami dan melihat langsung progres pembangunan dan tantangan yang dihadapi.
“Dengan begitu, kami ingin memastikan bahwa pembangunan IKN berjalan sesuai rencana dan bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia,” ujarnya.
Namun, Repdem menyanggah dan menekankan pentingnya dialog dengan masyarakat lokal sebagai prioritas utama. Apalagi untuk proyek sebesar IKN.
“Makanya harus melibatkan semua pihak, terutama para pihak yang paling terdampak,” kata Wanto.
Dalam perkembangannya, Presiden Joko Widodo mengakui bahwa pembangunan IKN belum sepenuhnya siap. “Kami menghadapi sejumlah tantangan yang harus diatasi sebelum IKN bisa benar-benar berfungsi sebagai ibu kota baru,” kata Jokowi dalam sebuah konferensi pers di Istana Negara.
Presiden menjelaskan bahwa meskipun ada kemajuan signifikan, masih banyak aspek yang perlu diperbaiki dan disempurnakan. “Kami akan terus bekerja keras untuk memastikan bahwa IKN siap digunakan dan memenuhi harapan seluruh rakyat Indonesia,” tambahnya.
Suara Aktivis Kaltim
Sementara itu, Koordinator Pokja 30 Buyung Marajo juga mempertanyakan kepentingan menggelar upacara 17 Agustus di IKN. Dia mempertanyakan pula, masyarakat Indonesia khususnya Kaltim dapat apa?
Sedangkan, lanjut Buyung, upacara peringatan kemerdekaan RI ke-79 pada 17 Agustus 2024 mendatang juga akan dihelat di Jakarta. “Ini artinya pemborosan anggaran publik, yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat, sedangkan APBN mengalami defisit Rp21,8 triliun. Ini adalah pemborosan!” tegas Buyung.
Menyinggung soal target pembangunan IKN yang dikebut untuk upacara 17 Agustus, Buyung menyoroti pengaruh percepatan pembangunan terhadap kualitas bangunan yang dihasilkan. Baginya, hal tersebut menjadi cara yang buruk untuk membuang anggaran.
“Sebaiknya Presiden Indonesia punya rasa keprihatinan terhadap warga lingkar IKN yang hak-haknya belum diselesaikan oleh Otorita IKN. Masih banyak pengusiran paksa, upaya kriminalisasi, dan ancaman-ancaman lainnya yang menghantui warga di Sepaku,” terangnya.
Buyung menyebut, Presiden begitu sampai hati merayakan kemerdekaan di IKN. Padahal warga sekitar IKN belum merdeka dari segala dampak pembangunan ibu kota baru tersebut. (Nur/Mul/Klausa)