Samarinda, Klausa.co – Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) kini bersiap memasuki era baru dalam sektor pendapatan, menyusul disetujuinya Dana Bagi Hasil (DBH) dan profit sharing batubara oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu Ri). Kebijakan ini tidak lepas dari inisiatif mantan Gubernur Kaltim, Isran Noor, yang sejak periode 2018–2023 terus memperjuangkan DBH sawit bersama 22 provinsi penghasil Sumber Daya Alam (SDA) lainnya.
Regulasi ini menguat melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah (HKPD), yang mengatur pula sektor lain seperti batubara, migas, dan tembakau. Kemudian, pada tahun 2023, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 91 Tahun 2023 resmi mengatur pengelolaan DBH sawit, membuka jalan bagi daerah penghasil untuk mendapatkan bagian yang lebih adil dari sumber daya alam mereka.
Di sisi lain, profit sharing dari batubara juga mendapat landasan hukum lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak di sektor pertambangan batubara. Hadiah bagi Kaltim sebagai salah satu daerah penghasil terbesar.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kaltim, Ismiati, menegaskan bahwa DBH Sawit telah masuk dalam rencana kebijakan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) untuk Tahun Anggaran 2023, dengan realisasi yang dijadwalkan mulai tahun 2024. Fokus utama penggunaan dana ini adalah pembangunan infrastruktur, yang diproyeksikan untuk memperkuat sektor perkebunan dan fasilitas dasar bagi masyarakat.
“Penggunaan DBH Sawit sudah jelas diarahkan untuk pembangunan infrastruktur. Kami mendorong agar dana ini dimanfaatkan untuk kepentingan Dinas PUPR-Pera dan Dinas Perkebunan,” jelas Ismiati, Senin (9/9/2024).
Tahun ini, alokasi DBH Sawit untuk Pemerintah Provinsi Kaltim sebesar Rp38 miliar dari total lebih dari Rp200 miliar yang sudah diserahkan oleh pemerintah pusat. Sisanya, dibagi ke kabupaten/kota di wilayah Kaltim. Meskipun nilainya relatif kecil dibanding potensi yang ada, Ismiati tetap menyatakan syukur atas hasil perjuangan panjang ini.
“Meskipun angka tersebut masih kecil, tapi ini adalah langkah awal yang penting. Penganggaran earmarking untuk DBH Sawit sudah berjalan sesuai rencana,” tegasnya.
Namun, Ismiati mengingatkan bahwa pencairan dana tersebut akan sangat bergantung pada terpenuhinya persyaratan yang ditetapkan pemerintah pusat. “Karena sifatnya earmarking, maka penggunaan dana ini harus sesuai dengan peruntukannya,” ujarnya.
Potensi Besar untuk Kaltim
Zulkarnain, dosen Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman, berpendapat bahwa sudah saatnya daerah penghasil SDA menikmati hasil kekayaannya untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakatnya. “Nilai ekonomi komoditas sawit di Kaltim mencapai lebih dari Rp200 triliun, ini hanya dari Crude Palm Oil (CPO) dan kernel. Potensinya sangat besar, sehingga Kaltim bisa melakukan transformasi ekonomi pasca tambang jika pembagiannya dikelola dengan baik,” katanya.
Selain DBH Sawit, Kaltim juga mulai menjajaki potensi dari DBH lainnya, termasuk dari sektor energi dan sumber daya mineral, perhubungan, telekomunikasi, dan kehutanan. Terkait profit sharing dari Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) batubara, Zulkarnain mencatat bahwa provinsi ini sudah menerima sekitar Rp1,2 triliun, dengan lebih dari Rp300 miliar dialokasikan untuk pemerintah provinsi, sementara Kutai Timur sebagai penghasil terbesar menerima sekitar Rp500 miliar.
Ke depan, Zulkarnain optimis bahwa potensi DBH dan profit sharing ini dapat semakin ditingkatkan.
“Jika dikelola dengan baik, daerah penghasil SDA seperti Kaltim akan mampu membangun wilayahnya sendiri tanpa harus terus bergantung pada dana APBN dari pemerintah pusat,” pungkasnya. (Fch2/Klausa)