Samarinda, Klausa.co – Senin siang (16/9/2024) yang biasanya tenang di Jalan Gerilya, Sungai Pinang, berubah menjadi momen mencekam. Di tengah iring-iringan pengantaran jenazah, terjadi insiden yang tidak pernah diharapkan siapa pun. Sepasang muda-mudi yang kebetulan melintas terlibat adu mulut dengan salah satu anggota rombongan pengantar jenazah. Ketegangan meningkat begitu cepat, dan dalam hitungan detik, kekerasan pun tak terhindarkan.
Korban yang dipukuli tanpa ampun oleh sejumlah orang dalam rombongan tersebut langsung melaporkan kejadian itu ke Polsek Sungai Pinang. Polresta Samarinda, yang menerima laporan ini, bergerak cepat. Hanya dalam hitungan jam, tiga orang tersangka berhasil diamankan. Mereka adalah AT, RA, dan MR—tiga pria yang diduga terlibat langsung dalam pengeroyokan itu.
Kisruh bermula saat Ari Putra Pradana (25), korban, bersitegang dengan salah seorang dari rombongan pelayat. Ari merasa, dirinya sudah menepi dan melambatkan laju sepeda motornya saat iring-iringan melintas.
“Saya sudah di pinggir jalan, berjalan pelan. Tiba-tiba empat sampai lima orang datang tanpa bicara dan langsung memukul saya dan teman wanita saya,” ungkap Ari saat memberikan keterangan di Mapolsekta Sungai Pinang, Selasa (17/9/2024).
Ari menerima beberapa pukulan di bagian kepala dan punggung, sementara teman wanitanya menerima pukulan di bagian dada. Kejadian yang terjadi pada pukul 15.45 Wita terekam ponsel warga dan menjadi perbincangan jagat maya. Dalam video tersebut, tampak kerumunan yang menyerang korban. Patroli siber segera melacak lokasi kejadian dan mengidentifikasi baik korban maupun pelaku.
“Pada Selasa (17/9/2024), korban resmi melapor, dan kami langsung bertindak,” ujar Kombes Pol Ary Fadli, Kapolresta Samarinda, saat memberikan keterangan pers di hari Rabu (18/9/2024).
Ary juga menjelaskan bahwa tindakan cepat polisi berhasil mencegah para tersangka melarikan diri. Ketiga pelaku ditangkap tanpa perlawanan. Menurut keterangan dari pihak kepolisian, insiden itu dipicu oleh hal sepele. Korban dianggap tidak menepi untuk memberi jalan kepada rombongan pengantar jenazah. Namun, rasa marah yang berlebihan dari pelaku, AT, RA, dan MR, berujung pada aksi kekerasan yang tidak bisa dibenarkan.
“Motifnya jelas, mereka tersulut emosi karena merasa iring-iringan terganggu. Namun, tak ada alasan pembenaran untuk kekerasan, apapun situasinya,” tegas Ary Fadli dengan nada serius.
Dalam konferensi pers tersebut, Ary juga menekankan bahwa Samarinda tidak akan memberi ruang bagi aksi premanisme, bahkan dalam konteks prosesi pengantaran jenazah sekalipun.
“Kekerasan tidak bisa ditoleransi. Siapapun yang melanggar hukum akan kami tindak tegas,” tambahnya dengan nada tegas.
Kini, ketiga tersangka menghadapi ancaman hukuman berat. Berdasarkan Pasal 170 KUHP, mereka terancam hukuman maksimal lima tahun penjara. Di tengah tekanan hukum yang mereka hadapi, salah satu tersangka, AT, mengungkapkan penyesalannya.
“Saya terpancing emosi. Saya benar-benar menyesal,” ungkap AT dengan wajah tertunduk.
Ia menyadari bahwa tindakan gegabahnya telah merusak momen sakral pengantaran jenazah dan berdampak buruk bagi dirinya sendiri serta keluarganya.
Kasus ini pun menjadi peringatan bagi masyarakat luas. Pengantaran jenazah memang sebuah tradisi yang harus dihormati, namun semua pihak diimbau untuk tetap mengedepankan kedamaian dan ketertiban.
“Pengantaran jenazah adalah kegiatan mulia, tetapi jika ada kekerasan yang menyertainya, kami tidak akan tinggal diam,” tegas Kapolresta. (Yah/Fch/Klausa)