Jakarta, Klausa.co – Gugatan sengketa Pilkada Kalimantan Timur (Kaltim) memanas. Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur nomor urut 01, Isran Noor dan Hadi Mulyadi, membawa dugaan adanya “kartel politik” ke meja Mahkamah Konstitusi. Dalam sidang sengketa hasil Pilkada di Jakarta, Kamis (9/1/2025), kuasa hukum Isran-Hadi, Refly Harun, mengungkapkan tudingan itu dengan lantang.
“Upaya untuk memborong semua partai politik agar menciptakan calon tunggal sangat nyata,” ujar Refly, membuka argumennya di hadapan hakim konstitusi.
Ia menuding pasangan nomor urut 02, Rudy Mas’ud dan Seno Aji, telah merangkul mayoritas partai politik di DPRD Kaltim, sehingga menyisakan sedikit ruang manuver bagi lawannya.
Dari sembilan partai politik yang duduk di DPRD Kaltim, delapan di antaranya disebut telah berpihak pada kubu Rudy-Seno. Namun, di tengah tekanan politik itu, PDI Perjuangan dan Partai Demokrat memutuskan untuk melawan arus. Mereka berkoalisi untuk mengusung pasangan Isran-Hadi.
“Dengan total 11 kursi, mereka memenuhi syarat minimum pencalonan, yaitu 20 persen,” kata Refly.
Pakar hukum tata negara itu menilai, penguasaan mayoritas partai oleh satu pasangan calon merupakan bentuk kartel politik.
“Pilkada ini sudah kehilangan esensi kejujuran dan keadilan. Gejala kartel politik tak hanya terjadi di Kaltim, tetapi terlihat di berbagai daerah lain,” ujar Refly, memperkuat argumen kubu Isran-Hadi.
Dalam dokumen gugatan yang diajukan ke MK, kubu Isran-Hadi menduga pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) telah mencederai proses Pilkada Kaltim. Mereka meminta MK membatalkan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kalimantan Timur Nomor 149 Tahun 2024 yang menetapkan hasil Pilkada.
Pada Pilkada Kaltim 2024, pasangan Rudy-Seno keluar sebagai peraih suara terbanyak dengan 996.399 suara, unggul jauh dari Isran-Hadi yang hanya memperoleh 793.793 suara. Rudy-Seno mendominasi perolehan suara di delapan wilayah kabupaten/kota. (Nur/Fch/Klausa)