Samarinda, Klausa.co – Plt. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur Joko Istanto mengeluhkan persoalan Dana Bagi Hasil dari Dana Reboisasi yang tidak dapat digunakan karena terhalang aturan kementerian.
“Kami menyampaikan kendala dan permasalahan yang setiap tahun terus terulang yakni peraturan teknis Kementerian Keuangan yang selalu terbit setelah ditetapkannya APBD,” ungkapnya usai mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi III DPRD Kaltim.
Selain itu, kendala lain karena adanya pemetaan yang dirasa selalu terlambat di bulan April. Sehingga, pelaksanaan Dana Bagi Hasil dari Dana Reboisasi selalu terkendala dan menimbulkan silap.
Contohnya begini, APBD Kaltim disahkan pada tanggal 25 Desember, lalu peraturannya itu keluar tanggal 31 Desember. Kemudian pemetaan dengan Menteri Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri itu baru terbit April.
“Belum lagi bila ada pergeseran dan lainnya yang akhirnya dilaksanakan pada bulan Juli dan Agustus, jadi sisa berapa bulan. Akhirnya, silapnya besar sekali hingga ratusan miliar,” jelasnya pada Selasa (28/6/2022).
Apabila hal ini terulang terus, Joko pun merasa jika Pemerintah Pusat semacam tidak iklash apabila Dana Bagi Hasil dari Dana Reboisasi itu digunakan dan dilaksanakan Pemerintah Provinsi.
“Bayangkan saja, uangnya ada sama kita tapi aturannya itu mereka yang punya kewenangan. Kenapa aturannya nggak diserahkan juga ke Provinsi supaya kita dapat memanfaatkan dana ini untuk kesejahteraan masyarakat,” terangnya di Gedung E Kantor DPRD Kaltim jalan Teuku Umar.
Setelah berkonsultasi, Komisi III DPRD Kaltim pun akan menindaklanjuti persoalan ini dan berkoordinasi dengan 3 kementerian, yakni Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Kami juga malu sama dewan, masa setiap tahun berturut-turut begini terus. Semoga ada solusi untuk permasalahan aturan teknis yang terbit belakangan. Mudah-mudahan koordinasi ini bisa mempercepat penganggaran dan permasalahan setiap tahun dapat teratasi,” paparnya.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Kalimantan Timur Veridiana Huraq Wang membenarkan bahwa Dinas Kehutanan salah satu organisasi perangkat daerah (OPD) yang membuat daya serap APBD provinsi rendah.
“Jadi APBD Dinas Kehutanan tahun 2021 itu sebesar Rp430 miliar dan yang terserap hanya sekitar Rp203 miliar atau 53 persen saja,” bebernya.
Ini bukan kali pertama Dinas Kehutanan menjadi salah satu penyumbang silpa terbesar namun terjadi juga pada tahun-tahun sebelumnya. Bukan tanpa alasan, namun karena keuangan Dinas Kehutanan itu diatur tiga kementerian.
Itu artinya, tidak serta merta semua ini kesalahan Dinas Kehutanan. Akan tetapi, karena aturan yang telah dibuat oleh kementerian terhadap Dana Bagi Hasil dari Dana Reboisasi.
“Dananya itu ada tapi tidak bisa dibelanjakan karena barangnya nggak ada. Kita dikasih anggaran nih, tapi nggak bisa dibelanjakan karena barangnya nggak ada. Bahkan, dana reboisasi ini 50 persen untuk kebakaran hutan,” ujarnya.
Sedangkan beberapa tahun terakhir ini, keamanan hutan di Benua Etam benar-benar terjaga karena tidak terjadinya kebakaran hutan. Pada akhirnya, dana tersebut tidak boleh dibelanjakan di luar itu.
“Kita bersyukur tidak terjadi kebakaran hutan. Namun akhirnya dana itu disimpan lagi dan menjadi Silpa. Ini yang menyebabkan daya APBD kita menjadi rendah,” tegasnya.
Oleh sebab itu, Komisi III DPRD Kaltim akan mengambil langkah agar persoalan ini tidak terus-terusan terulang kembali. Pihaknya akan bertandang ke kementerian dan menyampaikan semua kendala yang menyebabkan dana tersebut tidak terserap maksimal.
“Kita akan berkoordinasi dengan kementerian. Kita akan datang ke sana dan menyampaikan persoalan ini supaya bisa dicarikan solusinya agar anggaran yang didapat bisa dibelanjakan. Karena, setiap tahun akan bertambah terus jika tidak terserap maksimal,” kata wanita kelahiran 1966 itu.
(APR/Klausa)
IKUTI BERITA KLAUSA LAINNYA DI GOOGLE NEWS