Samarinda, Klausa.co – Di tengah gempuran peredaran gelap narkotika yang menyusup hingga ke jantung lingkungan keluarga, Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Fasilitas Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan Peredaran Gelap Narkotika, Prekusor Narkotika dan Psikotropika lahir sebagai wujud komitmen pemerintah dan legislatif Kalimantan Timur (Kaltim) dalam menghadapi ancaman ini. Perda ini adalah sebuah panggilan untuk memperkuat ketahanan sosial, dengan keluarga sebagai benteng utama.
Pada sebuah kegiatan sosialisasi di Kelurahan Mugerijo, Samarinda, pada Minggu (5/1/2024) Wakil Ketua DPRD Provinsi Kaltim, Ananda Emira Moeis, bersama perwakilan Badan Narkotika Nasional (BNN), tokoh masyarakat, dan Gugus Antisipasi Narkotika Nusantara (GANN), menegaskan pentingnya kolaborasi lintas elemen. Dalam forum yang penuh antusiasme warga, berbagai isu dan tantangan dalam pencegahan narkotika dibahas dengan mendalam.
Ahmad Fadholi, Humas BNN Provinsi Kaltim, menyoroti pentingnya peran keluarga dalam menghadapi bahaya narkotika.
“Ketahanan keluarga adalah pilar utama. Komunikasi yang efektif di dalam keluarga mampu menjadi alat pencegah paling ampuh terhadap penyalahgunaan narkotika,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa pola komunikasi yang sehat mampu mendeteksi gejala dini penyalahgunaan, terutama di kalangan anak-anak dan remaja.
Pendapat ini diamini oleh Ketua GANN Kaltim, Siti Najihan Arsyad, yang menekankan peran ibu rumah tangga dalam mengawasi dan mencegah ancaman narkotika di lingkup keluarga.
“Ibu adalah penjaga pertama. Dengan memperhatikan tanda-tanda awal, kita bisa melindungi anak-anak dari bahaya yang mengintai sejak dini,” ungkapnya.
Namun, permasalahan tidak berhenti pada keluarga. Ahmad Fadholi juga menyoroti bahwa kemiskinan menjadi salah satu faktor penyebab penyalahgunaan narkotika.
“Ketika kebutuhan hidup tidak terpenuhi, narkotika sering kali menjadi pelarian,” jelasnya.
Karena itu, pendekatan kesehatan dan penguatan soft skill dianggap penting untuk membangun daya tahan masyarakat terhadap ancaman ini.
Dalam konteks ini, program wajib lapor yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menjadi salah satu solusi. Program ini menempatkan pengguna narkotika sebagai korban yang membutuhkan rehabilitasi, bukan pelaku kriminal yang layak dihukum.
“Kami di BNN terus mendorong pendekatan yang lebih manusiawi melalui program ini,” tambah Ahmad.
Dampak narkotika tak hanya merusak tubuh, tetapi juga menghantam kesehatan mental generasi muda. Marten Apui, salah satu tokoh masyarakat, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap generasi penerus.
“Jika dibiarkan, narkotika akan merusak masa depan anak-anak kita. Ini bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga moral dan mental,” tegasnya.
Sementara itu, Ananda Emira Moeis mencoba menutup sesi diskusi dengan cara yang lebih ringan namun penuh makna.
“Daripada memakai narkoba, lebih baik minum susu jahe,” selorohnya, disambut gelak tawa warga.
Namun di balik candanya, tersirat ajakan serius untuk memilih gaya hidup sehat. Kehadiran Perda Nomor 4 Tahun 2022 memberikan harapan baru bagi upaya pencegahan dan pemberantasan narkotika di Kaltim. (Nur/Fch/Klausa)