Samarinda, Klausa.co – Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah pusat mulai berdampak ke berbagai sektor di daerah. Salah satunya industri perhotelan di Kalimantan Timur (Kaltim).
Ketua Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) Kaltim, Wied Paramartha, mengungkapkan, penurunan aktivitas perhotelan, terutama di Samarinda, kian terasa sejak pemerintah memperketat belanja. Hotel-hotel di Ibu Kota Provinsi ini, kata Wied, selama ini sangat bergantung pada pasar pemerintah untuk kegiatan rapat dan pertemuan.
“Efisiensi ini luar biasa sekali dampaknya kepada dunia perhotelan. Di Samarinda, market utama hotel itu pemerintah, dengan menyediakan ruang rapat. Sekitar 50 hingga 70 persen pendapatan hotel bergantung pada segmen ini,” kata Wied saat ditemui Rabu (23/4/2025).
Senada, Sekretaris Komisi II DPRD Kaltim, Nurhadi Saputra, menilai kebijakan efisiensi justru menimbulkan efek domino yang berbahaya bagi perekonomian daerah.
“Kalau saya pribadi tidak setuju dengan efisiensi ini, karena dampaknya terlalu meluas. Banyak profesi lain yang terdampak karena sektor ekonomi ikut melemah,” ujar Nurhadi saat dihubungi, Jumat (25/4/2025).
Ia mengungkapkan, pembatasan kegiatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pemangkasan anggaran mengakibatkan okupansi hotel menurun tajam. Kondisi ini dikhawatirkan memicu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor perhotelan dan pariwisata.
“Dampaknya sangat signifikan. Jika dibiarkan, ini bisa berujung PHK massal, dan itu yang tidak kita inginkan terjadi di Kaltim,” tegas politisi PPP dari daerah pemilihan Kota Balikpapan itu.
Nurhadi mengusulkan agar pemerintah pusat menawarkan alternatif solusi, seperti menyesuaikan harga layanan dengan anggaran yang tersedia, atau melonggarkan kebijakan efisiensi secara selektif untuk sektor yang rentan.
Menurutnya, Balikpapan menjadi salah satu kota yang paling terdampak. Penurunan kunjungan tamu, terutama yang berkunjung ke kawasan Ibu Kota Negara (IKN), membuat Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pariwisata ikut anjlok.
“Semakin jarang tamu berkunjung, otomatis PAD kota semakin terasa anjloknya,” lanjutnya.
Nurhadi berharap pemerintah tidak hanya berfokus pada efisiensi semata, melainkan juga mempertimbangkan keberlangsungan sektor ekonomi dan pariwisata sebagai penopang utama perekonomian daerah.
“Kita perlu solusi konkret agar ekonomi daerah terus bergerak. Jangan sampai kebijakan efisiensi ini mengorbankan keberlanjutan ekonomi masyarakat,” pungkasnya. (Din/Fch/Klausa)