Samarinda, Klausa.co – Gelaran operasi yustisi yang dilakukan Satgas COVID-19 Samarinda pada Selasa (27/7/2021) malam lalu, rupanya cukup menarik banyak perhatian. Sebab saat melakukan penertiban di sebuah kafe yang terletak di Jalan Jalan Kedondong, Kelurahan Gunung Kelua, Kecamatan Samarinda Ulu, petugas mendapatkan perlakuan yang tak mengenakan dari seorang pemuda sekaligus pengelola kafe tersebut.
Kejadian yang terekam kamera itu belakangan viral dan menyita perhatian. Pasalnya saat ditertibkan, si pengelola kafe tanpa menggunakan masker, mengacungkan jari tengahnya ke arah petugas. Terlebih menariknya lagi, pemuda tersebut ternyata anak dari seorang anggota DPRD Kota Samarinda dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Abdul Rofik.
Setelah menjadi bahan perbincangan berbagai kalangan, kasus yang diduga suatu bentuk pelecehan tersebut, kini telah masuk kedalam radar kepolisian. Bahkan kepolisian sudah berencana untuk melakukan pemanggilan terhadap yang bersangkutan pada Senin (2/8/2021) mendatang.
“Rencananya akan diundang (dipanggil) untuk dimintai keterangannya. Ya untuk klarifikasi motifnya apa maksud mengacungkan tangan seperti itu ke petugas. Itu dulu yang akan kami cari tahu dan dalami,” ungkap Kapolresta Samarinda Kombes Pol Arif Budiman melalui Kasat Reskrim, Kompol Andik Dharma Sena, Kamis (29/7/2021) sore.
Saat ditanya lebih jauh, mengenai dasar laporan hingga polisi hendak melakukan pemanggilan, Andika pun menegaskan jika polisi berdasar pada pemberitaan media massa sebagai acuan awalnya. “Tidak butuh dasar laporan karena dari berita media massa cukup sebagai dasar pemanggilan awal,” jelasnya.
Pemanggilan ini pun nantinya akan difokuskan kepada sang anak anggota dewan.”Rencana yang dipanggil ya anaknya aja. Karena yang membuat rame ini kan anaknya,” tandas polisi berpangkat melati satu tersebut.
Sementara itu, kegaduhan ini nyatanya juga menarik sorotan pengamat hukum ternama di Kota Tepian, Hendiansyah Hamzah. Menurut pria yang karib disapa Castro ini, dari kacamata hukum ia mengatakan, sebenarnya mereka yang menghina seorang pegawai negeri pada saat melaksanakan tugasnya secara sah, dapat dikenakan delik pidana berdasarkan ketentuan Pasal 316 KUHP.
“Namun dalam kasus ini, harus dibuktikan terlebih dahulu apakah gestur mengacungkan jari tengah itu dikualifikasikan penghinaan terhadap petugas atau tidak,” kata Castro.
Kata pria yang sudah berprofesi sebagai Dosen di Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda ini, gestur mengacungkan jari tengah itu merupakan hal yang tidak senonoh dan berisyarat serupa pesan penghinaan.
“Tapi membawa kasus ini ke ranah pidana, agak berlebihan. Namun bukan juga berarti pelaku tidak merasa bersalah dan menyadari kesalahannya. Terlebih orang tua pelaku adalah anggota DPRD, yang seharusnya memberi teladan,” ucapnya.
“Orang pertama yang mesti kita jadikan role model, bagaimana etika itu dijunjung tinggi. Bukan malah sebaliknya. Apalagi sampai mengatakan tindakan mengacungkan hari tengah, adalah tindakan yang biasa saja. Itu sama saja dengan membernarkan gestur penghinaan macam itu,” sambungnya.
Menurut Castro prahara ini sebaiknya cepat ditangani maupun diklarifikasi. Sebab jika tidak, ditakutkan akan timbul hal serupa lainnya dan menjadi kebiasaan di tengah masyarakat. “Bahayanya, itu akan ditiru oleh yang lain. Apa susahnya sih minta maaf dan menyadari kesalahan? Itu kan jauh lebih terpuji,” pungkasnya.
(Tim Redaksi Klausa)