Samarinda, Klausa.co – Universitas Mulawarman (Unmul) menjadi latar peluncuran buku Inche Abdoel Moeis: Pejuang Nasionalis Tanpa Pamrih karya Izedrik Emir Moeis pada Rabu (4/9/224). Buku ini mengungkapkan peran krusial pemuda Kalimantan Timur (Kaltim) dalam merintis kemerdekaan Indonesia, melalui diplomasi dan strategi politik yang jarang terungkap dalam narasi sejarah nasional.
Buku yang ditulis Emir Moeis ini dibedah dalam sebuah diskusi di Ruang Teater Lantai 3 Gedung Prof. Masjaya. Acara tersebut dihadiri oleh para akademisi, mahasiswa, hingga tokoh masyarakat yang turut meresapi atmosfer patriotisme yang disajikan melalui halaman-halaman buku ini.
Buku tersebut mengupas perjuangan pemuda Bumi Etam, yang meski tak selalu berada di garis depan pertempuran fisik, memiliki andil besar dalam pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui jalur diplomasi. Mereka menjadi suara vokal yang diakui di kancah internasional, terutama dalam melawan agresi militer Belanda setelah kemerdekaan Indonesia.
Emir Moeis, penulis sekaligus anak kandung dari tokoh yang dibahas dalam buku ini, menyampaikan pesan tegas tentang pentingnya memahami sejarah lokal.
“Generasi muda Kaltim harus tahu bahwa daerah ini bukan sekadar penghasil sumber daya alam. Kaltim memiliki sejarah panjang dalam perjuangan nasional,” ujar Emir.
Dalam paparan Emir, jelas tergambar bagaimana pemuda-pemuda Kaltim pada masanya berani menyuarakan sikap mereka di forum-forum internasional. Suara lantang mereka menuntut penghentian agresi Belanda, yang pada akhirnya diakui oleh komunitas dunia.
“Diplomasi mereka adalah senjata yang tak kalah tajam dari senapan. Kontribusi Kaltim nyata dalam upaya mempertahankan kemerdekaan,” tegas Emir.
Buku ini tidak hanya menjadi jendela untuk memahami perjuangan masa lalu, tetapi juga sebuah seruan bagi generasi muda agar tidak melupakan akar sejarah mereka. Melalui narasi yang kuat, Emir menekankan bahwa perjuangan bukan hanya soal angkat senjata, tetapi juga keberanian bersuara dan berstrategi.
Pada kesempatan yang sama, Emir juga melontarkan ide tentang nama untuk Ibu Kota Nusantara (IKN) yang baru. Ia mengusulkan nama “Soekarnopura” atau “Soekarno Nusantara” sebagai bentuk penghormatan kepada Sang Proklamator.
“Nama ini bukan sekadar simbol, tapi pengingat akan peran besar Soekarno dalam meletakkan dasar-dasar republik ini,” katanya.
Melalui peluncuran buku Inche Abdoel Moeis: Pejuang Nasionalis Tanpa Pamrih, Emir tidak hanya ingin mengenang sejarah, tapi juga menginspirasi para pemuda Kaltim untuk meneladani perjuangan para pendahulu mereka. Di akhir diskusi, Emir mengisyaratkan bahwa buku ini mungkin menjadi awal dari lebih banyak karya yang mengeksplorasi pemikiran dan ajaran Soekarno, yang menurutnya, masih sangat relevan dalam konteks Indonesia masa kini.
“Sejarah lokal bukan sekadar cerita masa lalu. Ia membentuk identitas, kebanggaan, dan semangat kebangsaan kita. Kaltim punya tempat penting dalam perjalanan bangsa ini,” pungkas Emir. (Nur/Mul/Klausa)