Samarinda, Klausa.co – Satu per satu tersangka dugaan korupsi Perusahaan Daerah (Perusda) Pertambangan Bara Kaltim Sejahtera (BKS) mulai terseret. Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur (Kejati Kaltim) kembali menambah daftar tersangka dalam perkara dengan anggaran miliaran rupiah itu.
Pada Selasa (25/2/2025), tim penyidik Kejati Kaltim menetapkan MNH, Direktur Utama PT GBU, sebagai tersangka baru. Tak menunggu lama, jaksa langsung menjebloskannya ke rumah tahanan untuk 20 hari ke depan.
Penetapan MNH tak dilakukan sembarangan. Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kaltim, Toni Yuswanto, mengatakan penyidik sudah mengantongi dua alat bukti yang cukup.
“MNH menjadi tersangka keempat setelah sebelumnya IGS (Direktur Utama Perusda BKS), NJ (Kuasa Direktur CV ALG), dan SR (Direktur Utama PT RPB) lebih dulu ditetapkan,” ujarnya pada Rabu, 26 Februari 2025.
Penyidik tak mau ambil risiko. Dengan ancaman hukuman minimal lima tahun penjara, jaksa khawatir MNH akan menghilangkan barang bukti atau kabur.
“Karena itu, kami langsung lakukan penahanan,” kata Toni. Langkah itu diambil berdasarkan Pasal 21 ayat (1) dan ayat (4) huruf a KUHAP.
Perusda Pertambangan Bara Kaltim Sejahtera (BKS) berdiri sejak 2000. Sebagai badan usaha milik daerah, perusahaan ini mestinya mengelola tambang batu bara dengan tata kelola yang rapi. Namun, dalam rentang 2017–2019, mereka malah menjalin kerja sama jual beli batu bara dengan lima perusahaan swasta dengan total dana Rp 25,88 miliar.
Masalahnya, transaksi itu dilakukan serampangan. Tak ada persetujuan dari badan pengawas maupun gubernur sebagai Kuasa Pemilik Modal (KPM). Tak ada proposal. Tak ada studi kelayakan. Rencana bisnis pihak ketiga pun nihil. Dalam transaksi ini pun analisis risiko juga tidak ada.
Kerja sama itu pun berakhir seperti yang bisa diduga: gagal total. Kerugian negara pun membengkak hingga Rp 21,2 miliar, berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalimantan Timur.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah direvisi menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001. Tak hanya itu, Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juga menjerat para tersangka. (Wan/Fch/Klausa)