Jakarta, Klausa.co – Gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor berkeluh kesah mengenai maraknya pertambangan ilegal yang terjadi di Benua Etam. Hal itu dia sampaikan ketika sedang menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan Dirjen Minerba Kementerian ESDM di Gedung Nusantara DPR RI, Senin (11/4/2022) lalu.
Dihadapan Panja legal Mining Komisi VII DPR RI, Isran Noor mengatakan tambang ilegal telah menjadi momok dan meresahkan masyarakat di Kaltim. Pasalnya, aktivitas itu tidak hanya merugikan negara saja, melainkan lingkungan dan infrastruktur.
“Maraknya tambang ilegal telah menyebabkan rusaknya lingkungan dan infrastuktur. Dana bagi hasil yang kembali ke daerah pun tidak cukup memperbaiki kerusakan-kerusakan itu,” ucap Isran saat menghadiri pertemuan RDP, dikutip dari rilis Humas Pemprov Kaltim, Rabu (13/4/2022).
Kata mantan Bupati Kutai Timur itu, hampir seluruh jalan milik negara, provinsi dan kabupaten kota rusak akibat dilintasi kendaraan berat pelaku tambang ilegal.
“Hampir semua jalan negara, provinsi dan kabupaten kota rusak. Kurang lebih seperti ombak lautan Pasifik,” kata Gubernur Kaltim.
Dengan lantang, Gubernur Isran Noor turut menyebutkan penyebab menjamur pertambangan ilegal ini diakibatkan disahkan UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
“Kemajuan tambang ilegal setelah UU Nomor 3 Tahun 2020 ini sangat luar biasa . Belum ada izin saja sudah bisa ditambang. Pertanyaan saya, kenapa UU ini dibuat?” sindir Gubernur.
Gubernur Isran mengungkapkan, dengan aturan baru ini, wibawa negara menjadi hilang. “Wibawa negara sudah tidak ada. Sedikit saja sisanya,” keluh Isran lagi.
Menurutnya, mengapa ini terjadi, karena semua kewenangan perizinan pertambangan kini ditarik ke pemerintah pusat. Bahkan untuk pengawasan pun, daerah tidak mendapatkan ruang kewenangan.
“Saat ada perubahan UU 23 Tahun 2014, masih lumayan karena provinsi masih memiliki porsi pengawasan. Tapi setelah UU ini, semuanya selesai,” ucap Isran.
Menurut Isran, pengawasan harus terintegrasi. Seharusnya pemerintah provinsi diberikan kewenangan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan.
Selain itu, DPR semestinya memikirkan aturan agar negara tidak dirugikan dan masyarakat juga mendapatkan manfaat dari pengelolaan tambang ini.
Gubernur Isran bahkan sempat menyinggung saat dirinya masih menjadi Bupati Kutai Timur, dimana urusan tambang Galian C pun ia berikan kepada camat agar semua bisa terkontrol dengan baik.
Secara umum para gubernur meminta peran pengawasan dikembalikan ke daerah. Sebab para pelaku penambangan tanpa izin itu selalu berteriak, ini adalah urusan pusat.
Para gubernur mengakui pemerintah provinsi tidak bisa berbuat banyak atas kondisi ini. Penegakan hukum juga menjadi sangat penting dalam kasus tambang ilegal ini.
Sementara itu, Dirjen Minerba Kementerian ESDM Ridwan Jamaluddin mengakui kondisi sulit tersebut dan menawarkan pertambangan rakyat sebagai solusi.
Wakil Gubernur Kaltara FX Yapan ikut membenarkan. Hampir semua gubernur menghadapi kondisi yang sama di daerah.
“Harus ada ending dari pertemuan hari ini. Tidak hilang begitu saja. Hari ini kita ketemu, besok selesai baik. Terpenting seberapa besar tambang ini bisa dinikmati masyarakat,” kata Yapan.
Sebagian Anggota Panja turut menawarkan revisi atas UU Nomor 3 Tahun 2020 karena dinilai tidak efektif lagi.
Saat pertemuan RDP yang dipimpin Ketua Panja Ilegal Mining Eddy Soeparno, delapan gubernur yang turut dihadirkan dalam RDP turut menyuarakan hal serupa.
(Tim Redaksi Klausa)