Samarinda, Klausa.co – Kasus dugaan korupsi dalam penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang menyeret nama mantan Gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek Ishak, kembali mencuat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami penyelidikan, di mana dua kolega Awang, DDWT dan ROC, turut terseret dalam pusaran perkara ini.
Andri Pranata, Dosen Fakultas Hukum Universitas Widyagama Mahakam Samarinda, menyoroti potensi besar penyelewengan di balik penerbitan IUP yang melibatkan pejabat daerah.
“IUP awalnya menjadi kewenangan daerah, namun belakangan diambil alih oleh pemerintah pusat karena ada anggapan bahwa terlalu banyak kepentingan bermain di tingkat daerah,” ujar Andri saat ditemui media ini, Rabu (2/10/2024).
Walau pemerintah daerah masih memiliki hak memberikan rekomendasi, keputusan akhir berada di tangan pemerintah pusat. Menurut Andri, IUP menjadi lahan basah bagi oknum pejabat untuk mencari keuntungan finansial.
“Izin tambang itu sangat menggiurkan, banyak yang tergiur bermain, meski tidak semua proses penerbitan IUP berujung pada penyelewengan,” katanya.
Andri menekankan pentingnya kasus ini sebagai pintu masuk bagi KPK untuk menelusuri lebih jauh praktik-praktik korupsi di sektor pertambangan. Kasus ini seharusnya menjadi momentum bagi KPK untuk menggali lebih dalam soal IUP-IUP lain.
“Apakah prosesnya memang sesuai dengan aturan atau ada penyimpangan yang terlewat,” tambahnya.
Selain itu, Andri menyoroti peran penting masyarakat dalam mengawasi operasional tambang, termasuk yang beroperasi secara ilegal. Tambang ilegal sebenarnya bisa diberantas jika ada niat yang kuat.
“Tapi masalahnya, semua pihak tampaknya terlibat, termasuk masyarakat yang menikmati kompensasi,” jelasnya, merujuk pada fenomena pemberian ganti rugi untuk debu atau tanah yang diuruk kembali.
Di tengah lambannya penanganan kasus, Andri mengingatkan bahwa proses hukum dalam kasus korupsi kerap membutuhkan waktu panjang. KPK perlu mengumpulkan bukti yang cukup kuat.
“Kita harus menghormati asas praduga tak bersalah, jangan sampai mendakwa orang tanpa landasan hukum yang jelas,” tutupnya. (Yah/Fch/Klausa)