Samarinda, Klausa.co – Dalam beberapa waktu terakhir, di beberapa daerah di Indonesia, harga kedelai mengalami kenaikan yang menyebabkan protes para produsen tahu dan tempe. Menurut data yang dihimpun Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM (Disperindagkop) Kaltim, kenaikan harga ini dipengaruhi oleh pasokan impor yang terganggu.
Diketahui, impor terbesar kedelai berasal dari Amerika Latin, terutama Brazil dan Argentina. Ternyata produksi di sana turun hingga 50 persen. Di sisi lain, produksi kedelai lokal masih belum mencukupi karena biaya produksi yang tinggi.
Di Kaltim sendiri, permintaan kedelai signifikan terjadi di tiga daerah. Kota Balikpapan, Kota Bontang, dan Kabupaten Berau. Kepala Disperindagkop Kaltim, Yadi Robyan Noor, menyatakan bahwa stok kedelai saat ini 47 ton, sedangkan kebutuhan per bulan di Kaltim sekitar 15 ton.
“Dari pantauan pasar-pasar tradisional di Samarinda, tahu dan tempe masih dijual dengan harga yang wajar. Rp 5.000,- untuk ukuran kecil dan Rp 15.000,- untuk tempe ukuran besar. Harga tahu juga cukup normal,” terang Robyan dalam Dialog Publika TVRI Kaltim pada Rabu, (2/3/2022).
Robyan juga memastikan bahwa stok kedelai di Kaltim cukup aman hingga tiga bulan ke depan. Asalkan masyarakat Kaltim mengonsumsi tahu dan tempe sesuai kebutuhannya. Tidak perlu melakukan penimbunan atau berbelanja secara berlebihan.
“Stok kedelai Insha Allah stabil. Terpenting, masyarakat konsumsi tempenya tetap normal sesuai kebutuhan, tidak berbelanja secara berlebihan,” pintanya.
Ia juga mengakui bahwa Gubernur Kaltim telah melaporkan kondisi ini kepada Menteri Pertanian RI agar memberikan solusi jangka pendek dan jangka panjang dalam pemenuhan kedelai Indonesia. Tak terkecuali di Kaltim.
(DSY/ADV/Diskominfo Kaltim)