Samarinda, Klausa.co – Di sela-sela kesibukannya sebagai Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Sri Puji Astuti menyampaikan pandangan kritis terhadap peran pers di Kalimantan Timur (Kaltim). Baginya, media massa semestinya menjadi penggerak perubahan sosial, bukan sekadar peliput kegiatan seremonial.
“Saya berharap pers bisa lebih proaktif dalam menggali dan mengangkat isu-isu yang benar-benar terjadi di lapangan. Pers harus lebih fokus pada realitas sosial yang perlu mendapat perhatian,” ujarnya tegas, Selasa (24/12/2024).
Sri menggarisbawahi isu kesetaraan gender sebagai contoh nyata. Meski sering dibicarakan, menurutnya, masih banyak persoalan mendasar yang belum tuntas diangkat. Ia mendorong media untuk lebih tajam dalam menggali cerita-cerita yang substansial, terutama terkait kekerasan terhadap perempuan.
“Misalnya soal kekerasan, itu harus terus dikawal dan digali. Pers punya peran besar untuk mengungkapkan peristiwa-peristiwa tersebut sehingga masyarakat lebih sadar dan bisa mendorong upaya penyelesaiannya,” tambahnya.
Sri juga mengkritik kecenderungan media yang terlalu sering menyorot kegiatan pejabat, sementara isu strategis seperti pendidikan, kesejahteraan masyarakat, hingga pengentasan kemiskinan kerap luput dari perhatian.
“Banyak berita hanya mengangkat kegiatan pejabat. Padahal, ada isu yang lebih penting, seperti anak-anak yang putus sekolah atau pelaku UMKM yang punya cerita inspiratif. Itu yang seharusnya digali lebih dalam,” katanya dengan nada serius.
Sri meyakini, pemberitaan yang menggugah dapat membawa dampak positif bagi masyarakat. Ia mencontohkan kisah seorang pelaku UMKM yang sukses membangun usaha dan membuka lapangan kerja di tengah keterbatasan.
“Kisah seperti itu bisa memberi motivasi, memberi contoh bahwa kita bisa bangkit meski dari kondisi sulit,” ujarnya penuh harap.
Di akhir pembicaraannya, Sri menyampaikan harapan agar media di Kalimantan Timur tidak hanya menjadi saksi, tetapi juga motor penggerak perubahan. Ia menegaskan pentingnya keberpihakan pers pada isu-isu strategis yang sering terabaikan.
“Pers itu harus bisa menjadi suara bagi masyarakat, bukan hanya mengangkat kegiatan pejabat. Saya berharap pers bisa lebih menggali isu-isu strategis yang ada di lapangan, seperti pendidikan yang terbengkalai atau kesetaraan gender yang masih tertinggal. Harus ada peran aktif dalam memperjuangkan perubahan nyata,” tutupnya. (Yah/Fch/Klausa)