Klausa.co

Dugaan Kelalaian RSUD Abdul Wahab Sjahranie, Bayi Enam Bulan Meninggal Dunia, Orang Tua Tuntut Keadilan

Orang tua Nadhifa di dampingi TRC PPA Kaltim, melapor dugaan kelalaian RSUD AWS (Foto: Yah/Klausa)

Bagikan

Samarinda, Klausa.co – Kasmir dan Rahmi Nur Fadillah, pasangan suami istri di Samarinda, merasakan duka mendalam setelah kehilangan putri mereka, Nadhifa Putri Amira yang baru berusia enam bulan. Pasangan muda ini menuding adanya kelalaian penanganan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie (IGD RSUD AWS) pada Jumat, 28 Juni 2024 lalu, sekitar pukul 18.55 Wita. Pasangan ini datang dari Muara Badak, Kutai Kartanegara (Kukar) untuk agar si buah hati mendapatkan perawatan medis, namun yang mereka terima jauh dari harapan.

Didampingi oleh Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kaltim serta kuasa hukum, pihak keluarga melaporkan dugaan kelalaian tersebut ke Polresta Samarinda.

Paman bayi, M Yamin, menceritakan kronologi kejadian sejak pertama kali tiba di RSUD AWS. Saat itu, Nadhifa langsung dibawa ke ruang IGD untuk dicek kondisi, ditimbang, dan diminta untuk melakukan pendaftaran.

“Setelah mendaftar dan menunjukkan bukti pendaftaran, bayi dibawa ke ruang bertirai. Namun, setelah dibawa, penanganan tidak segera dilakukan. Saya langsung ke bagian informasi menanyakan kapan tindakan dilakukan, karena merasa khawatir karena jika bayi dibiarkan beberapa menit saja, kondisinya bisa semakin memburuk akibat dehidrasi,” katanya di Polresta Samarinda, pada Kamis (4/7/2024).

Yamin menceritakan, sebelum dibawa ke RSUD AWS mendiang keponakannya dirawat klinik di Muara Badak. Saat itu Nadhifa diperiksa karena muntah dan mencret.

Lebih lanjut, perawat akhirnya datang dan berusaha mencari pembuluh darah untuk memasukkan cairan infus. Namun, setelah beberapa kali suntikan, mereka gagal menemukan pembuluh darah yang cocok. Bahkan ketika ditemukan di tangan, pembuluh darah tersebut membengkak dan tidak bisa digunakan untuk infus. Perawat kemudian mencoba menyuntikkan obat mual, tetapi obat tersebut juga tidak bisa masuk. Proses pencarian pembuluh darah pun gagal setelah beberapa kali percobaan.

Baca Juga:  Ibu di Samarinda Banting Anak Balitanya Karena Cemburu dengan Suami

“Mungkin ada sekitar 50 kali disuntik di bagian tangan dan kaki bayi untuk mencari pembuluh darahnya. Perawat bergantian berselang beberapa menit,” tuturnya.

Ia kemudian bertanya kepada dokter jaga apakah ada solusi lain untuk memasukkan cairan ke dalam tubuh bayi. Dokter menyebutkan ada spesialis anestesi untuk pembuluh darah besar, namun tetap meminta Yamin untuk menunggu.

“Perawat jaga kemudian menyarankan agar bayi diberi susu melalui botol. Namun, setelah beberapa saat, bayi mulai menunjukkan tanda-tanda kembung karena terlalu banyak menyusu dengan botol,” jelasnya.

Yamin kembali bertanya kepada dokter jaga mengenai tindakan selanjutnya, tetapi hanya diminta menunggu lagi.

“Disuruh menunggu kurang lebih 30 menit, ada lagi dua perawat datang untuk mengecek pembuluh darah, itu saja yang dilakukan, akhirnya tidak ditemukan juga,” ucapnya.

Menurut Yamin, perawat terus bergantian datang untuk mencari pembuluh darah, tetapi tanpa hasil yang memadai. Saat kondisi semakin kritis, akhirnya dokter umum datang. Namun, setelah penanganan dokter umum selama sekitar 10-15 menit, baru dokter spesialis anak datang dan mulai memompa jantung bayi. Sayangnya, semua usaha tersebut terlambat dan Nadhifa meninggal dunia pada pukul 21.39 Wita.

“Keterangan dokter umum dan spesial anak berbeda, satu bilang dehidrasi sedang, satu lagi karena berat badan, makanya saya tarik kesimpulan ada yang tidak beres,” terangnya.

Yamin yang frustrasi karena penanganan yang diberikan tidak optimal sejak awal kedatangan mereka di rumah sakit. Keluarga merasa tidak puas dengan penanganan yang diberikan, mengingat hanya perawat yang menangani bayi tanpa adanya dokter spesialis yang kompeten.

Baca Juga:  Balita 3 Tahun di Samarinda Terpapar Sabu Gara-gara Minum dari Tetangga

“Makanya saya menghubungi TRC-PPA meminta untuk didampingi dalam mengawal kasus ini sampai tuntas. Jadi hari ini kami datang untuk melaporkan terkait dengan dugaan kelalaian dalam penangan pihak rumah sakit,” ujarnya.

Yamin menuturkan, sebelumnya dia sudah pernah berbicara dengan direktur rumah sakit. Dia meminta transparansi penanganan keponakannya, dan memberi sanksi kepada para dokter yang diduga melakukan kelalaian.

Namun, rilis rumah sakit membuat Yamin tak habis pikir. Menurutnya, wafatnya keponakannya akibat obesitas. Sebagai informasi, berat bayi mencapai 9,7 kilogram.

Upaya keluarga untuk mendapatkan transparansi dari pihak rumah sakit, termasuk akses CCTV dan kronologi penanganan, juga tidak membuahkan hasil.

“Saya minta kronologis terkait penanganan di IGD hingga meninggal dunia, termasuk CCTV, tetapi sampai sekarang tidak ada yang diberikan. CCTV sudah dinolkan sejak tahun 2022, artinya tidak ada yang merekam,” pungkasnya.

Sementara itu, Kuasa hukum keluarga, Sudirman, menegaskan bahwa langkah-langkah hukum akan diambil untuk mendapatkan keadilan.

“Kami datang ke Polresta Samarinda untuk melakukan langkah-langkah hukum guna mendapatkan keadilan,” sebutnya.

Untuk langkah-langkah lain pihaknya pun bersama TRC PPA untuk meminta melakukan audiensi dengan pihak Dinas Kesehatan bahkan penjabat Gubernur Kaltim.

“Kami menginginkan agar mereka bisa menindaklanjuti terhadap kinerja dari RSUD AWS,” ungkapnya.

Saat ini mereka datang ke Polresta Samarinda untuk melaporkan dugaan dari tindakan pidana kelalaian yang dilakukan oleh IGD RSUD AWS.

“Kalau bukti-bukti berupa foto bekas suntikan pada tubuh bayi. Ia menegaskan bahwa mereka menduga ada sesuatu yang tidak sesuai prosedur dalam penanganan pasien di IGD RSUD AWS. Artinya di sini kami menduga ada sesuatu yang tidak sesuai prosedur dalam penanganan pasien,” tutupnya.

Penjelasan Direktus RSUD AWS

Lebih lanjut, Direktur RSUD AW Sjahranie, dr David Hariadi Masjhoer, memberikan penjelasan resmi terkait meninggalnya bayi Nadifah di rumah sakit tersebut pada Jumat lalu, ia menjelaskan kronologis serta penanganan yang dilakukan oleh pihak rumah sakit, Selasa (2/07/2024).

Bayi yang bernama Nadifah, berusia 6 bulan, datang ke RSUD AWS pada pukul 18.55 Wita dengan keluhan diare dan muntah. Menurut dr David, bayi Nadhifah mengalami obesitas, yang menyebabkan diagnosis awal dokter IGD menyatakan dehidrasi sedang. Ia menjelaskan bahwa pada pasien obesitas dan dehidrasi, pemasangan infus menjadi lebih sulit karena vena yang sulit diakses dan pembuluh darah yang mengecil akibat dehidrasi.

Baca Juga:  Penambang Ilegal di Pemakaman Covid-19 Samarinda Dituntut 2 Tahun Penjara

“Beberapa saat kemudian, dokter anak yang datang menyatakan bayi mengalami dehidrasi berat, karena pada bayi gemuk, diagnosis dehidrasi bisa lebih sulit,” ujarnya.

Tim medis segera menangani Nadhifah dengan cepat. Dalam waktu 5 menit setelah tiba di UGD, Nadifah dibawa ke ruang resusitasi untuk pemasangan infus.

“Karena kondisi vena yang sulit ditemukan dan dehidrasi yang berat, pemasangan infus gagal. Tim medis kemudian mencoba memberikan oksigen dan berkonsultasi dengan dokter anak lain,” ujarnya.

Karena dokter anak yang bertugas sedang menangani operasi, konsultasi tertunda. Upaya pemasangan infus dan akses lainnya terus dilakukan, namun sayangnya, Nadifah tidak dapat diselamatkan dan meninggal dunia. RSUD AWS saat ini sedang melakukan audit internal untuk meninjau kembali kronologi kejadian dan memastikan tidak ada kelalaian dalam penanganan pasien.

David juga menyampaikan duka cita dan permohonan maaf kepada keluarga Nadifah atas segala kekurangan dalam pelayanan rumah sakit.

“Kami turut berduka cita atas meninggalnya Nadifah dan menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga atas segala kekurangan dalam pelayanan kami,” tutupnya. (Yah/Fch/Klausa)

Bagikan

.

.

Search
logo klausa.co

Afiliasi :

PT Klausa Media Indonesia

copyrightⓑ | 2021 klausa.co