Samarinda, Klausa.co – Warga Samarinda masih kesulitan mendapatkan elpiji 3 kg di pangkalan, meski stok diklaim mencukupi. Kondisi ini berujung pada lonjakan harga di pengecer yang menembus Rp50 ribu per tabung, jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp18 ribu.
Fenomena ini mendapat sorotan tajam dari DPRD Kota Samarinda. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Kamis (6/2/2025), para legislator mengupas persoalan distribusi yang dinilai bermasalah.
Ketua Komisi II DPRD Samarinda, Iswandi, menilai ada celah dalam rantai distribusi yang memungkinkan permainan harga.
“Di pangkalan, harga masih sesuai HET. Tapi saat sampai ke pengecer, harganya bisa melonjak drastis. Ini menunjukkan ada masalah yang harus segera dibenahi,” ujar Iswandi.
Ia menyoroti lemahnya pengawasan sebagai faktor utama. Gas bersubsidi yang seharusnya untuk masyarakat kurang mampu justru bocor ke pihak yang tak berhak.
Tak hanya rantai distribusi yang semrawut, penggunaan elpiji 3 kg juga melenceng dari aturan. Berdasarkan ketentuan, gas melon ini hanya diperuntukkan bagi usaha mikro dengan omzet maksimal Rp800 ribu per hari. Faktanya, banyak pelaku usaha dengan omzet Rp3-4 juta tetap menggunakan elpiji subsidi.
Data dari PT Pertamina Patra Niaga menyebut, alokasi elpiji bersubsidi untuk Samarinda pada 2024 mencapai 29.405 metrik ton atau sekitar 9,8 juta tabung. Distribusi dilakukan melalui 23 agen dan 551 pangkalan.
Menanggapi situasi ini, DPRD Samarinda berencana memperketat pengawasan dengan menggandeng Dinas Perdagangan, Dinas Koperasi dan UKM, serta PT Pertamina Patra Niaga.
“Gas subsidi ini harus tepat sasaran. Kami akan mengawal agar distribusinya lebih adil,” tegas Iswandi. (Yah/Fch/Klausa)