Samarinda, Klausa.co – Hujan deras yang mengguyur Samarinda sejak beberapa hari terakhir kembali menempatkan kawasan Jalan Bengkuring Raya, Kelurahan Sempaja Timur, dalam pelukan banjir. Pagi ini, Selasa (28/1/2025), tinggi muka air (TMA) di Bendungan Benanga mencatat angka stabil di 8,07 meter, masuk kategori siaga. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Samarinda, Suwarso, menyebut kondisi ini menjadi alarm bagi wilayah rendah.
“Tadi pagi, bersama forum PRB dan relawan, kami memantau TMA yang tetap stabil sejak tengah malam. Namun, air kini bergerak dari sisi hulu menuju kawasan rendah seperti Bengkuring, Betapus, hingga Griya Mukti,” ujar Suwarso.
Data BPBD menunjukkan banjir telah merendam sembilan Rukun Tetangga (RT) di Sempaja Timur. Sebanyak 357 Kepala Keluarga (KK), atau setara 1.121 jiwa, terdampak genangan yang ketinggiannya bervariasi.
“Ketinggian air semalam sekitar 75 sentimeter. Pagi ini, ada wilayah yang mencapai 100 sentimeter karena perluasan genangan,” tambah Suwarso.
Evakuasi pun menjadi prioritas. Tim gabungan berhasil memindahkan empat warga ke lokasi aman, termasuk dua penderita stroke dan satu warga sakit yang kini menjalani perawatan di puskesmas terdekat. Untuk mendukung proses evakuasi dan distribusi bantuan, lima unit perahu telah dikerahkan di lapangan, dengan rencana penambahan empat unit lagi.
“Perahu tambahan, termasuk satu unit dari pemadam kebakaran, akan memudahkan evakuasi warga dan pendistribusian bantuan logistik,” katanya.
Dapur umum kini berdiri di Sempaja Timur, melayani kebutuhan warga terdampak yang kesulitan memasak akibat banjir. Suwarso menegaskan bahwa layanan ini merupakan bagian dari instruksi Wali Kota Samarinda.
“Dapur umum akan terus beroperasi hingga kondisi benar-benar pulih,” ujarnya.
Namun, kendala tak berhenti pada banjir semata. Meski potensi hujan hari ini diperkirakan rendah, dengan kemungkinan hujan ringan pada sore hari, ancaman baru muncul dari pasang laut yang diprediksi mencapai ketinggian 2,5 meter hingga empat hari ke depan. Kondisi ini memperlambat surutnya air yang stagnan, terutama di daerah hilir seperti Karang Asam Kecil.
“Stagnasi ini dipengaruhi aliran air dari hulu dan beberapa titik bottleneck yang memperlambat proses surut,” jelas Suwarso.
Hingga kini, BPBD terus memantau situasi di lapangan. Koordinasi dengan relawan dan instansi terkait menjadi kunci untuk memastikan keselamatan warga. Fokus utama mereka, kata Suwarso, adalah evakuasi, distribusi bantuan, dan monitoring perkembangan di wilayah hilir.
“Keselamatan warga adalah prioritas utama kami,” tegasnya. (Yah/Fch/Klausa)