Klausa.co – Pada 20 April 1965, atau 57 tahun yang lalu, pemimpin besar Korea Utara Kim-Il Sung dan rombongan, mengakhiri kunjungannya di Indonesia. Di Hari tu, Presiden Soekarno memberikan bunga anggrek yang dinamai Kimilsungia kepada pemimpin Korea Utara, Kim Il Sung, sebagai tanda penghormatan dan keakraban. Hubungan Indonesia dan Korea Utara memiliki sejarah yang panjang dan hangat, terutama pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.
Kunjungan sepuluh hari itu dilakukan sebagai bentuk hangatnya hubungan antara Jakarta-Pyongyang. Apalagi setahun sebelumnya Soekarno telah melawat ke Korea Utara. Di Indonesia, sambutan Bung Karno teruntuk Kim tak ala kadarnya.
Perihal menjalin hubungan akrab dengan pemimpin dunia, Presiden Soekarno jagonya. Ia lihai membangun kedekatan emosional. Bung Karno pun dapat akrab dengan siapa saja. Termasuk membangun hubungan dengan pemimpin Korea Utara tersebut.
Berkat kedekatan itu, Indonesia dan Korea Utara memasuki fase hubungan paling mesra dalam sejarah. Kedekatan kedua negara makin terlihat ketika Soekarno mengunjungi Korea Utara pada 1964.
Kala itu, Soekarno disambut dengan meriah di Ibu Kota Pyongyang. Ia bahkan diberikan gelar Doktor Honoris Causa dalam bidang ilmu politik dari Universitas Pyongyang pada 3 November 1964.
Sebagai balasan, Kim-Il Sung dan rombongan melawat ke Indonesia pada 10 hingga 20 April 1965. Kunjungan itu dalam rangka memperingati satu dasawarsa Konferensi Asia Afrika. Sekaligus mempertegas kehangatan hubungan kedua negara.
Soekarno dalam perintahnya langsung meminta Universitas Indonesia (UI) memberikan gelar Doktor Honoris Causa dalam bidang teknik kepada Kim.
Sambutan Bung Karno tak sebatas itu. Sebuah hadiah istimewa telah disiapkan Soekarno. Hadiah berupa bunga anggrek indah yang kemudian menjadi simbol romantisnya hubungan Indonesia Korea Utara. Yakni bunga Kimilsungia.
Kimilsungia adalah bunga anggrek hibrida yang dinamakan berdasar nama Kim Il Sung. Tanggal 20 April 1965, menjadi hari terakhir kunjungan Kim Il Sung ke Indonesia. Saat itu Bung Karno mengajak Kim berkeliling ke Kebun Raya Bogor dan menunjukkan bunga anggrek yang belum memiliki nama itu.
Kim Il Sung terpesona oleh keindahan dan keanggunan bunga berasal dari Makassar tersebut. Soekarno kemudian menawarkan untuk menamai anggrek itu dengan nama Kim Il Sung sebagai tanda hormat dan persahabatan. Kim Il Sung awalnya menolak tawaran itu, tetapi Soekarno bersikeras bahwa memberikan nama Kim Il Sung bagi bunga itu adalah sebuah kehormatan yang besar, karena Kim Il Sung telah menunjukkan perjuangan yang besar demi kesejahteraan bangsanya.
Sejak saat itu, bunga itu dikenal sebagai Kimilsungia di Korea Utara dan menjadi simbol kehormatan dan pengabdian bagi Kim Il Sung. Bunga ini juga merefleksikan karakter Kim Il Sung yang tak tergoyahkan, gigih, berani, dan cinta damai. Bunga ini tumbuh setinggi 30-70 cm dan memiliki 3-15 bunga di setiap tangkai. Bunganya berwarna merah muda dan berukuran 6-8 cm. Bunga ini mekar selama 60-90 hari dan tumbuh paling baik pada suhu siang hari 25-30 °C dan suhu malam hari 18-23 °C.
Setiap tahun pada 15 April, diselenggarakan festival Kimilsungia untuk memperingati hari kelahiran Kim Il Sung yang disebut Hari Matahari. Festival ini diadakan di Pyongyang dan dihadiri oleh ribuan orang dari dalam dan luar negeri. Festival ini juga menampilkan karangan bunga Kimilsungia dari berbagai negara sahabat, organisasi internasional, dan individu yang menghormati Kim Il Sung. Festival ini merupakan salah satu peristiwa budaya terbesar di Korea Utara
Perlakukan terhadap para diplomat Indonesia bisa dibilang sangatlah istimewa, setara dengan pelayanan VVIP. Mungkin karena sejatinya Indonesia masih memiliki tempat tersendiri yang dihormati dalam benak warga Korea Utara mengingat hubungan baik kedua negara pada masa Presiden Soekarno.
“Bahkan, sampai saat ini warga Korea Utara secara rutin menggelar Festival Kimilsungia pada setiap tanggal 15 April untuk memperingati hari kelahiran Kim-Il Sung. ‘Kimilsungia’ adalah bunga angrek yang diberi nama sesuai nama pemimpin Korea Utara itu oleh Presiden Soekarno sebagai hadiah saat Kim mengunjungi Kebun Raya Bogor di tahun 1965,” ungkap Michael Wicaksono dalam buku Perang Korea: Pertikaian Terpanjang Dua Saudara (2020).
Hubungan Indonesia-Korea Utara
Kunjungan itu semakin membuat Bung Karno terkagum-kagum dengan sosok Kim. Ia melihat Kim laksana seorang pejuang. Kim dianggapnya sebagai petarung yang berani mengangkat harkat dan martabat bangsanya.
Sebaliknya, Kim pun mengagumi Soekarno. Kunjungan sepuluh hari itu kemudian menghangatkan hubungan keduanya. Kim mengakhiri kunjungannya ke Indonesia pada 20 April 1965. Kim pulang dengan membawa serta bunga Kimilsungia untuk dikembangkan di Korea Utara.
“Korea, saudara-saudara, tempo hari aku datang di Korea. Dan Perdana Menteri Kim Il Sung pun pernah datang di Indonesia. Aku bertanya kepada Kim Il Sung; Saudara Kim, kok Saudara punya bangsa itu begitu kuat jiwanya. Peperangan Saudara-saudara pada waktu dihantam oleh Mac Arthur demikian hebatnya, sampai Mac Arthur, jenderal yang paling hebat daripada Amerika, lari kalah, saudara-saudara.”
“Apa sebabnya? Apa jawab Kim Il Sung? Bung Karno, we have won, kami menang, because we knew what to defend, and we knew what we were fighting for. Kami tahu apa yang kami pertahankan. Kami tahu apa yang kami perjuangkan, yaitu kemerdekaan bangsa, dan ideologi yang berkobar-kobar di dalam dada kami ini,” tutup Soekarno dalam pidatonya di Istora Senayan 21 Desember 1965 sebagaimana disunting Budi Setioyono dan Bonnie Triyana dalam buku Revolusi Belum Selesai (2014).
Hangatnya hubungan dengan Korut-Indonesia terus dijaga, sekalipun Soekarno telah tiada. Pemimpin Korut menganggap Indonesia adalah negara sahabat dan istimewa. Narasi itu dibuktikan dengan lawatan Megawati selama tiga hari ke Korut pada 28 hingga 30 Maret 2002.
Megawati disambut dengan Gegap Gempita oleh Pemimpin Besar Korut, Kim Jong Il (Anak Kim Il Sung, sahabat Bung karno). Penghormatan khusus diberikan kepada Megawati. Sebab, Megawati adalah Presiden Indonesia kedua yang pernah ke Korea Utara setelah ayahnya, Bung Karno.
Kim Jong Il bahkan mendatangi tempat Megawati menginap, Wisma Negara di Pyongyang. Keduanya pun berbicara empat mata. Megawati lalu tak lupa dengan misinya untuk mendamaikan dua Korea: Korsel dan Korut.
Saran Megawati Soekarnoputri diterima oleh Kim Jong Il dengan menyatakan niatan untuk berdialog dengan pemimpin Korsel. Megawati pun lalu diajak berkeliling Korut dan menikmati ragam kesenian.
Lawatan itu berakhir pada 30 Maret 2002. Megawati pun segera melakukan perjalanan ke Korsel untuk membawakan pesan dari Kim Jong Il kepada Presiden Korsel, Kim Dae Jung.
“Pemahaman seorang pemimpin tentang politik luar negeri ikut menentukan berhasilnya politik luar negeri. Ibu Megawati dekat dan mempunyai feeling tentang masalah luar negeri. Sebagai anak presiden, Megawati menyaksikan bagaimana Bung Karno hadir pada forum internasional menerima kepala negara/pemerintahan serta para duta besar asing di Jakarta.”
“Contoh yang konkret, Bu Mega memiliki hubungan yang baik dengan Kim Jong Il karena ketika Presiden Kim Il Sung, ayah Kim Jong Il dari Korea Utara berkunjung ke Indonesia, Kim Jong Il menyertai ayahnya”.
“Ketika Ibu Megawati menjadi Presiden RI dan Kim Jong Il menjadi pemimpin Korea Utara, maka lumrah apabila kedekatan kedua pemimpin membawa kedekatan hubungan kedua negara,” terang Menteri Luar Negeri Indonesia, Hassan Wirajuda (2001-2009) dalam buku The Brave Lady: Megawati dalam catatan Kabinet Gotong Royong (2018). (Aaa/Klausa)