Samarinda, Klausa.co – Seorang pemuda asal Nusa Tenggara Timur (NTT), Thomas Steven Gomes (21), tewas tenggelam di danau bekas tambang batu bara di Bukit Lontar, Desa Jonggon, Kecamatan Loa Kulu, Kutai Kartanegara (Kukar), pada Minggu (20/7/2025). Lubang bekas tambang itu diduga berada dalam konsesi milik PT Multi Harapan Utama (MHU).
Insiden ini menambah catatan panjang imbas kolam bekas di Kalimantan Timur (Kaltim). Sejak 2011, sudah 54 nyawa melayang akibat minimnya pengawasan dan reklamasi pascatambang.
Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji, menyatakan pihaknya langsung berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM usai kejadian. Meski pengawasan teknis berada di bawah pemerintah pusat, Seno menegaskan Pemprov Kaltim tidak akan tinggal diam.
“Kami sudah hubungi Dirjen ESDM. Inspektur tambang sudah diturunkan ke lapangan. Tapi ini belum cukup. Harus ada perbaikan sistemik,” tegas Seno, Kamis (31/7/2025).
Ia mendorong pemerintah pusat menambah jumlah inspektur tambang agar pengawasan tidak hanya berjalan formalitas di atas kertas.
“Kaltim ini luas, tambangnya banyak. Kalau jumlah pengawasnya minim, ya akan terus ada korban,” ujarnya.
Sikap pemerintah yang dinilai lamban dan reaktif turut mendapat sorotan dari legislatif. Anggota DPRD Kaltim, Baharuddin Demmu, menyebut kejadian ini sebagai bukti kelalaian pemerintah, baik daerah maupun pusat, dalam melindungi keselamatan rakyat.
“Sudah 54 orang tewas. Tapi mana langkah tegasnya? Ini bentuk abai terhadap nyawa rakyat,” kata Baharuddin geram.
Ia menegaskan bahwa perusahaan yang lalai seharusnya disanksi tegas, termasuk pencabutan izin operasi jika terbukti tak menjalankan kewajiban reklamasi.
“Lubang-lubang tambang itu harusnya sudah direklamasi. Faktanya, dibiarkan menganga dan mematikan. Tak ada pengamanan, tak ada sanksi. Ini jelas pembiaran,” ujarnya.
Baharuddin juga mengkritik Dinas ESDM yang dinilainya belum maksimal menjalankan fungsi pengawasan. Ia mendesak adanya audit menyeluruh terhadap seluruh perusahaan tambang di Kaltim, terutama yang meninggalkan lubang berbahaya di dekat pemukiman.
“Harus segera identifikasi lubang-lubang tambang yang rawan. Jangan tunggu korban lagi baru ribut,” tutupnya. (Din/Fch/Klausa)