Samarinda, Klausa.co – Untuk kesekian kalinya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda, terpaksa harus menunda sidang lanjutan perkara dugaan rasuah yang menjerat Iwan Ratman, di tubuh Perusahaan Daerah (Perusda) PT Mahakam Gerbang Raja Migas (PT MGRM), Kamis (29/7/2021) siang.
Terdakwa Iwan Ratman, mantan direktur utama di Perusda milik Pemkab Kukar tersebut, semestinya kembali dihadirkan sebagai pesakitan. Namun saat sidang baru dibuka, yang bersangkutan beralasan sedang sakit diare.
Alhasil, jadwal persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi, di dalam perkara korupsi proyek fiktif pembangunan tangki timbun dan terminal bahan bakar minyak (BBM) tersebut, diundur hingga Kamis (5/8/2021) mendatang.
Hal itu disampaikan langsung oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Kaltim, Zaenurofiq ketika dikonfirmasi media ini usai persidangan.
“Tadi saat persidangan baru dibuka, terdakwa saat ditanya dengan majelis hakim, mengaku sedang sakit diare. Badannya lemas dan mengaku tidak bisa mengikuti persidangan,” ucap pria yang akrab disapa Rofiq tersebut.
Rofiq yang juga menjabat sebagai Kasi Penuntut Umum di Kejati Kaltim itu mengatakan, seharusnya persidangan berlangsung dengan menghadirkan sebanyak lima orang saksi yang merupakan bagian internal di PT MGRM.
Seperti yang telah ia sampaikan sebelumnya, bahwa pihaknya akan mengejar sejumlah pernyataan dari kelima saksi tersebut. Mulai dari apa saja usaha yang digeluti PT MGRM. Hingga terkait pengetahuan kelima saksi atas dugaan pengalihan uang sebesar Rp 50 miliar.
Yang merupakan anggaran proyek pembangunan tangki timbun dan terminal BBM. Semulanya uang sebesar itu berada di Rekening PT MGRM kemudian diduga dialirkan oleh terdakwa ke Rekening PT Petro TNC International.
“Kemudian apakah saksi juga mengetahui kalau proyek ini sudah jalan atau tidak. Lalu di mana rencananya proyek ini akan dikerjakan,” terangnya.
Diketahui, Majelis Hakim yang dipimpin Hasanuddin dengan didampingi Arwin Kusmanta dan Suprapto sebagai hakim anggota, menunda sidang perkara bernomor 25/Pid.Sus-TPK/2021/PN Smr itu sudah sebanyak dua kali.
“Ya pengakuannya dia begitu, entah ini modus atau gimana. Mau tak mau karena mengaku lemas (sakit), majelis hakim pun terpaksa harus menunda,” ucapnya.
“Terhitung sudah dua kali (ditunda). Yang pertama itu mengaku vertigo, kalau sekarang sedang diare. Sidangnya ditunda sampai Kamis (5/8) depan,” tandasnya.
Seperti diketahui, mantan TOP CEO BUMD itu telah didakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi, hingga sebesar Rp 50 miliar. Atau setidak-tidaknya dari jumlah uang tersebut, telah merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 50 miliar.
Iwan Ratman diduga melakukan tindak pidana korupsi pengerjaan proyek fiktif pembangunan tangki timbun dan terminal bahan bakar minyak BBM, yang rencananya akan dibangun di Samboja, Balikpapan, dan Cirebon. Namun pekerjaan itu tak kunjung terlaksana.
Iwan Ratman lantas dituduh menilap uang proyek sebesar Rp 50 miliar dengan cara dialirkan ke perusahaan swasta bernama PT Petro T&C Internasional. Dengan dalih sebagai rangka pelaksanaan perjanjian kerja.
Sedangkan Iwan Ratman sendiri merupakan pemilik sekaligus pemegang saham di PT Petro T&C International. Dari perusahaan inilah, diduga terdakwa Iwan Ratman menilap uang puluhan miliar tersebut.
Kerugian yang diderita negara, sebagaimana tertuang dari hasil Laporan Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kalimantan Timur, dengan Nomor LAPKKN-74/PW.17/5/2021 tertanggal 16 April 2021.
Atas dugaan perbuatannya, Iwan dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1), Junto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan atas UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Junto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Dan subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana KorupsI, Junto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
(Tim Redaksi Klausa)