Samarinda, Klausa.co – Ketua Komisi II DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Nidya Listiyono memberikan dukungan kepada pemerintah daerah yang ingin memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada para tenaga honorer. Menurutnya, hal itu merupakan bentuk penghargaan atas kerja keras mereka.
“Selama tidak melanggar aturan silakan saja. Mereka juga bekerja keras dan berdedikasi untuk daerah,” kata Nidya Listiyono saat ditemui di acara buka puasa bersama Anggota DPR RI Dapil Kaltim Rudi Mas’ud pada Jumat (7/4/2023) di PT Barokah Galangan Perkasa, Pulau Atas, Samarinda.
Nidya mengatakan, ia mengetahui pemberian THR bagi tenaga honorer yang diperjuangkan Gubernur Kaltim Isran Noor tersebut tidak diatur dalam peraturan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB). Dalam peraturan tersebut, hanya Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang berhak mendapatkan THR selain Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Oleh karena itu, ia berharap pemerintah daerah bisa mencari solusi agar pemberian THR kepada tenaga honorer tidak menimbulkan masalah hukum. Ia juga menyarankan agar pemerintah daerah bisa menghitung dengan cermat besaran THR yang akan diberikan.
“Kalau kerjanya tidak full sampai sebulan, biasanya cara menghitungnya gaji satu bulan dibagi jumlah hari kerja, dikalikan hari kerjanya. Kalau hari kerjanya 15 hari berarti dikalikan 15 hari, maka itu yang akan diperoleh,” ujarnya.
Ia menambahkan, pemberian THR full satu bulan kepada tenaga honorer juga harus mempertimbangkan kondisi tenaga honorer lain yang bekerja secara full. Ia khawatir hal itu akan menimbulkan rasa iri dan tidak adil di antara mereka.
“Kita lihat dulu, jika aturannya memungkinkan untuk dikasih full, ya tentu tidak apa-apa. Kan yang dikhawatirkan itu apabila honorer yang bekerja full menjadi ‘iri’. Takutnya begitu,” jelasnya.
Meski demikian, ia mengaku akan mendukung keputusan Pemerintah Provinsi Kaltim terkait THR bagi tenaga honorer. Ia berharap kebijakan tersebut bisa memberikan kesejahteraan dan motivasi bagi para tenaga honorer di Benua Etam.
“Intinya yang jelas, selama kebijakan tidak melanggar aturan, ya silakan saja, saya mendukung. Tapi harusnya proporsional berdasarkan jika kerjanya full, ya full THR yang akan didapatkan. Kalau tidak, biasanya prorata,” terangnya.
“Artinya diberi full itu mungkin berdasarkan hari kerjanya. Bisa seperti itu. Misalnya, saya sebulan masuk 15 hari. Nah berarti saya dibayarnya 15 hari full. Mungkin begitu, makanya harus dicek lagi statement-nya seperti apa. Yang jelas saya mendukung, selama mengikuti regulasi silakan saja,” sambungnya. (Apr/fch/adv/DPRD Kaltim)