Klausa.co

Batik Hokokai: Jejak Budaya Jepang di Pesisir Utara Jawa

Corak Batik Hokokai (Sumber: Google.com)

Bagikan

Klausa.co – Pada tahun 1942, Indonesia mengalami perubahan besar dalam sejarahnya. Belanda, yang telah menjajah negeri ini selama 3,5 abad, digantikan oleh Jepang, yang datang dengan janji-janji kemerdekaan dan kemakmuran. Namun, di balik propaganda tersebut, Jepang juga membawa misi untuk menanamkan budaya dan ideologinya di tanah air kita.

Salah satu cara yang dilakukan Jepang untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui media kain. Kain yang dimaksud adalah batik, salah satu warisan budaya Indonesia yang telah berkembang sejak lama. Di pesisir utara Jawa, terutama di Pekalongan, batik mengalami transformasi yang signifikan akibat pengaruh Jepang. Batik baru yang lahir dari proses akulturasi ini dikenal dengan nama batik Hokokai.

Asal-usul Nama

Nama batik Hokokai berasal dari nama sebuah organisasi resmi propaganda rintisan Jepang yang bernama Jawa Hokokai (ジャワ奉公会) yang memiliki arti Himpunan Masyarakat Kebaktian Jawa. Kata Hokokai (奉公会) secara literatur artinya Himpunan Pengabdi Masyarakat atau Himpunan Masyarakat. Himpunan ini dibuat oleh pemerintah Jepang pada tahun 1944 untuk menggantikan organisasi lain yang bernama Putera (Pusat Tenaga Rakyat) yang juga dibentuk oleh Jepang pada tahun 1943.

Baca Juga:  Peleburan Bahasa Jawa dan Banjar, Jejak Sejarah dan Budaya (3)

Jawa Hokokai bertugas untuk menggalang dukungan rakyat terhadap kebijakan-kebijakan Jepang, seperti romusha (kerja paksa), heiho (tentara sukarela), dan seishin (semangat). Organisasi ini juga berperan dalam bidang sosial, budaya, dan ekonomi. Salah satu kegiatannya adalah mempromosikan produk-produk Jepang, termasuk kain kimono.

Kain kimono adalah kain sutra halus yang bermotif bunga-bunga dan hewan-hewan khas Jepang. Kain ini menjadi inspirasi bagi para pembatik di pesisir utara Jawa untuk menciptakan batik baru yang sesuai dengan selera orang Jepang. Batik ini kemudian disebut batik Hokokai, sebagai bentuk penghormatan atau persembahan kepada penguasa baru.

Ciri Khas Motif dan Pewarnaan

Batik Hokokai memiliki ciri khas motif dan pewarnaan yang berbeda dengan batik-batik lainnya. Motif-motif yang digunakan adalah motif-motif yang berasal dari alam Jepang, seperti lereng gunung Fuji, bunga sakura, bunga serunai, kupu-kupu, merak, dan lain-lain. Motif-motif ini biasanya disusun secara simetris dan berulang-ulang.

Pewarnaan batik Hokokai juga mencerminkan pengaruh Jepang. Batik ini menggunakan warna-warna cerah dan kontras, seperti kuning, ungu, oranye, merah menyala, biru langit, dan hijau muda. Warna-warna ini berbeda dengan warna-warna natural dan gelap yang biasa digunakan dalam batik tradisional. Pewarnaan batik Hokokai juga menggunakan teknik gradasi warna atau ombre untuk menciptakan efek dramatis.

Baca Juga:  Hubungan Bahasa dan Budaya Jawa-Banjar pada Masa Nagara Dipa (1)

Salah satu jenis batik Hokokai yang populer adalah batik pagi-sore. Batik ini memiliki dua motif dan dua warna yang berbeda dalam satu kain. Motif dan warna yang satu biasanya lebih gelap dan sederhana daripada motif dan warna yang lain. Batik ini dinamakan pagi-sore karena bisa dipakai pada dua waktu yang berbeda dengan membalikkan sisi kainnya.

Sejarah dan Perkembangan

Batik Hokokai mulai dibuat pada tahun 1942 di Pekalongan oleh para pembatik pesisir. Pekalongan merupakan salah satu pusat produksi batik di Indonesia yang terkenal dengan batik pesisirnya. Batik pesisir adalah batik yang terbuka terhadap pengaruh luar, seperti Cina, Eropa, Arab, dan India. Batik pesisir juga lebih variatif dan dinamis dalam motif dan warnanya.

Salah satu daerah di Pekalongan yang terkenal menghasilkan batik Hokokai adalah Kampung Kedungwuni. Di sini terdapat banyak pembatik perempuan yang ahli membuat batik tulis dengan tangan. Mereka mampu menyesuaikan diri dengan permintaan pasar dan selera konsumen. Mereka juga mampu menggabungkan motif-motif Jepang dengan motif-motif lokal.

Baca Juga:  Akulturasi Jawa-Banjar dalam Bahasa dan Arsitektur pada Masa Kesultanan Banjar (2)

Batik Hokokai awalnya dibuat untuk memenuhi permintaan orang-orang Jepang yang tinggal di Indonesia atau berkunjung ke Indonesia. Mereka menyukai batik ini karena memiliki kesamaan dengan kain kimono mereka. Batik ini juga dibuat untuk mengambil hati dan kepercayaan terhadap pemerintah Jepang. Namun, setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, batik ini tidak serta merta lenyap bersamaan dengan hengkangnya Jepang dari Indonesia.

Batik Hokokai tetap bertahan dan berkembang menjadi salah satu jenis batik eksklusif yang banyak dicari oleh kolektor dan pecinta batik. Batik ini menjadi bukti sejarah tentang jejak budaya Jepang di pesisir utara Jawa. Batik ini juga menjadi saksi bisu tentang kreativitas dan ketahanan para pembatik Indonesia dalam menghadapi masa-masa sulit. (Fch2/Klausa)

Sumber:

Alfidanza A. Nusantara (2020). Batik Hokokai : The Indonesian Cultural Heritage & Pattern.
Sutriyanto dan Veronika Kristanti PL (2019).

KAJIAN VISUAL BATIK HOKOKAI PEKALONGAN MOTIF LERENG, BUNGA DAN KUPU.

Muh. Arif Jati Purnomo (2017). Batik Jawa Hokokai: Sebuah Kajian tentang Batik di Masa Pendudukan Jepang di Pekalongan.

Bagikan

.

.

Search
logo klausa.co

Afiliasi :

PT Klausa Media Indonesia

copyrightⓑ | 2021 klausa.co