Klausa.co

Swipe untuk membaca artikel

Search

Hubungan Bahasa dan Budaya Jawa-Banjar pada Masa Nagara Dipa (1)

Ilustrasi Kerajaan Nagara Dipa (Klausa.co)

Bagikan

Klausa.co – Disadari atau tidak, ada kesamaan kosa kata antara bahasa Banjar dan Jawa. Ada beberapa kata yang relatif mirip antara kedua bahasa, hanya berbeda dialeg. Apakah ada hubungan kedua suku pada masa lampau?

Untuk menjawabnya, pembaca akan kami bawa ke abad 14. Jejak pertemuan antara dua budaya pertama kali tercatat pada masa berdirinya Nagara Dipa.

Nagara Dipa adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri di pedalaman Kalimantan Selatan pada sekitar tahun 1380. Kerajaan ini didirikan oleh Ampu Jatmika, seorang saudagar kaya asal Keling, yang dikirim oleh Raja Majapahit, Hayam Wuruk, untuk menaklukkan kerajaan Dayak Ma’anyan Nan Sarunai. Nagara Dipa menjadi bawahan Majapahit dan beragama Hindu. Kerajaan ini juga dikenal dengan kisah Putri Junjung Buih, seorang ratu yang muncul dari pusaran air dan menikah dengan Suryanata, raja di Majapahit.

Latar Belakang Pendirian Nagara Dipa

Menurut Hikayat Banjar, sebuah naskah sejarah yang ditulis pada abad ke-18, Nagara Dipa merupakan sebuah negeri yang didirikan oleh Ampu Jatmika yang berasal dari Keling. Menurut Veerbek (1889:10) dan Munoz (2009:401-435), Keling negara bawahan Majapahit di barat daya Kediri.

Advertisements

Ampu Jatmika, anak seorang saudagar bernama Mangkubumi atau disebut Saudagar Jantam. Berdasarkan saran ayahnya, Ampu Jatmika melakukan perjalanan untuk mencari negeri yang tanahnya suam dan berbau wangi. Disebutkan Keling berjarak dua bulan perjalanan laut menuju pulau Hujung Tanah (Kalimantan).

Beberapa sejarawan berpendapat, Ampu Jatmika juga merupakan pengungsi dari Kediri akibat kondisi yang tidak mengenakan di Kediri pasca Pertempuran Genter abad ke-13 (1222 M). Sementara itu, ada yang meyakini pula perjalanan ekspedisinya ke Kalimantan merupakan kebijakan ekspansionis Hayam Wuruk yang pada tahun 1355 (ekspedisi ketiga) menyerang kerajaan Dayak Ma’anyan Nan Sarunai yang bercorak kaharingan.

Baca Juga:  Akulturasi Jawa-Banjar dalam Bahasa dan Arsitektur pada Masa Kesultanan Banjar (2)

Serangan-serangan ini yang diingat dengan nama Nansarunai Usak Jawa oleh suku Dayak Ma’anyan mengakibatkan runtuhnya kerajaan Nan Sarunai. Ampu Jatmika kemudian mendirikan kerajaan Negara Dipa bercorak Hindu tahun 1387 dengan mendirikan negeri Candi Laras yang terletak pada sebuah anak sungai Bahan (di sebelah hilir). Ia menjadi bawahan raja kerajaan Kuripan, kerajaan lokal yang sudah lebih dahulu berdiri.

Perkembangan dan Kejayaan Nagara Dipa

Kemudian Ampu Jatmika memerintahkan bentara kanan Tumenggung Tatahjiwa memperluas wilayah dengan menaklukan daerah batang Tabalong, batang Balangan, batang Pitap dan daerah perbukitan sekitarnya (yang dihuni suku Dayak Meratus). Ia juga memerintahkan bentara kiri Arya Megatsari menaklukan daerah batang Alai, batang Labuan Amas, batang Amandit dan daerah perbukitan sekitar daerah-daerah tersebut.

Advertisements

Setelah itu ia memindahkan ibu kota dari negeri Candi Laras ke negeri Candi Agung (candi kuno di hulu sungai Bahan) yang terletak di sebalik negeri Kuripan. Seperti yang dijelaskan Tutur Candi, sebuah naskah sastra yang ditulis pada abad ke-16, Raja Kuripan yang tidak memiliki anak mengadopsi Ampu Jatmika sebagai anak dan penerus takhta Kuripan.

Ampu Jatmika merupakan penerus ayah angkatnya raja tua Kerajaan Kuripan, namun Ampu Jatmika menganggap dirinya hanya sebagai Penjabat Raja (Sakai) dengan gelar Maharaja di Candi. Alasan dia hanya menganggap dirinya sakai, lantaran dirinya hanya dari kasta waisya (pedagang).

Baca Juga:  Soto, Kuliner Akulturasi yang Menyatu dengan Budaya Nusantara

Sementara dalam konsepsi hindu, hanya keturunan raja yang menduduki jabatan definitif sebagai raja. Ia juga dikenal dengan nama Ampu Djatmaka atau Empu Jatmika. Ia memerintah Nagara Dipa hingga tahun 1495.

Salah satu kisah yang terkenal dari masa pemerintahan Ampu Jatmika adalah kisah Putri Junjung Buih, seorang ratu yang muncul dari pusaran air di sungai Bahan. Menurut Hikayat Banjar, putri ini disembah oleh Lembu Mangkurat (Lambung Mangkurat), anak Ampu Jatmika. Junjung Buih kemudian diangkat menjadi ratu di Negara Dipa. Lambung Mangkurat kemudian mencarikan calon suami bagi putri ini sesuai dengan syaratnya, yaitu orang yang dapat bertapa seperti dirinya.

Advertisements

Lambung Mangkurat mendapat petunjuk dalam mimpinya bahwa yang pantas untuk menjadi suami Putri Junjung Buih adalah Raden Putra atau Suryanata, raja di Majapahit yang dapat bertapa di puncak Gunung Majapahit. Lambung Mangkurat pun pergi untuk mencari Suryanata dan memohon kepada dirinya agar ia mau menikah dengan Putri Junjung Buih. Suryanata pun menyetujui untuk menikah dengan Putri Junjung Buih karena merasa adanya kecocokan antara dirinya dan putri itu.

Setelah Putri Junjung Buih dan Suryanata menikah, mereka dinobatkan oleh Lambung Mangkurat raja dan ratu Nagara Dipa. Tak lama setelah dinobatkan, Suryanata diberi gelar Pangeran Suryanata.

Mengingat Suryanata berasal dari Majapahit yang notabene berpusat di Pulau Jawa, ia berpesan kepada Lambung Mangkurat agar adat istiadat Nagara Dipa menggunakan adat Majapahit.

Baca Juga:  Batik Hokokai: Jejak Budaya Jepang di Pesisir Utara Jawa

Waktu terus berlalu, pada masa kekuasaan Raden Sari Kaburungan, pusat pemerintahan Nagara Dipa di Candi Agung (Amuntai), dipindah ke Muara Ulak. Alasannya, menghindari bencana sebab ibukota yang lama dianggap sudah kehilangan tuahnya.

Advertisements

Selain pemindahan pusat pemerintahan,nama Kerajaan Negara Dipa juga diubah menjadi Negara Daha. Hal ini menandai dimulainya era baru dari Kerajaan yang kelak menjadi Kesultanan Banjarmasin.

Hubungan dengan Akulturasi Bahasa Jawa dan Banjar

Pernikahan Junjung Buih dan Suryanata menjadi salah satu bukti hubungan antara Banjar dan Jawa. Nagara Dipa memiliki hubungan dengan akulturasi bahasa Jawa dan Banjar.

Yaitu proses percampuran dua atau lebih bahasa yang menghasilkan bahasa baru. Bahasa Banjar merupakan salah satu bahasa daerah yang digunakan oleh suku Banjar di Kalimantan Selatan. Bahasa ini memiliki banyak kosakata yang berasal dari bahasa Jawa, seperti krama (sopan), alus (halus), ngoko (kasar), dan lain-lain.

Akulturasi budaya dan bahasa Jawa dan Banjar menunjukkan bahwa Nagara Dipa merupakan salah satu kerajaan yang berperan dalam sejarah dan perkembangan Kalimantan Selatan. Kerajaan ini juga menjadi saksi dari interaksi antara berbagai suku dan agama di Nusantara. (Fch/Klausa)

Advertisements

Bagikan

prolog dan benuanta

Search
logo klausa.co

Afiliasi :

PT Klausa Media Indonesia

copyrightⓑ | 2021 klausa.co