Klausa.co

Sejarah 13 Agustus 1787: Dari Penyerahan Kaltim ke Belanda, hingga Terpilih jadi IKN

Ilustrasi (Foto: Google)

Bagikan

Klausa.co – Pada 13 Agustus 1787, atau dua abad, tepatnya 236 tahun yang lalu menjadi peristiwa sejarah yang signifikan bagi perkembangan politik, ekonomi, sosial, dan budaya di Kalimantan Timur (Kaltim). Pada hari itu terjadi peristiwa penyerahan wilayah Kaltim oleh Kesultanan Banjar kepada Belanda.

Peristiwa ini merupakan titik balik yang menentukan nasib dan perkembangan wilayah tersebut di bawah kekuasaan kolonial hingga masa kemerdekaan Indonesia.

Dalam artikel ini, Klausapedia akan merangkum perjalanan Bumi Etam sejak abad ke-17, hingga terpilih menjadi lokasi Ibu Kota Nusantara (IKN), ibu kota baru Indonesia.

Penyerahan Wilayah oleh Sultan Tahmidullah II (1787)

Sebelum masuknya suku-suku dari Sarawak dan suku-suku pendatang dari luar pulau, wilayah Kaltim sangat jarang penduduknya. Sebelum kedatangan Belanda, terdapat beberapa kerajaan. Di antaranya Kerajaan Kutai (beragama Hindu), Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura, Kesultanan Pasir dan Kesultanan Bulungan.

Menurut Hikayat Banjar, wilayah Kaltim (Pasir, Kutai, Berau, Karasikan) merupakan sebagian dari wilayah taklukan Kesultanan Banjar, bahkan sejak zaman kerajaan Hindu. Masih dalam Hikayat Banjar, pada paruh pertama abad ke-17 Sultan Makassar meminjam tanah sebagai tempat berdagang.

Meliputi wilayah timur dan tenggara Kalimantan kepada Sultan Mustain Billah dari Banjar saat Kiai Martasura diutus ke Makassar dan mengadakan perjanjian dengan I Mangangadada’-cina Daeng I Ba’le’ Sultan Mahmud Karaeng Pattingalloang, yaitu Sultan Tallo yang menjabat mangkubumi bagi Sultan Malikussaid Raja Gowa tahun 1638-1654. Perjanjian itu menjadikan wilayah Kalimantan Timur sebagai tempat berdagang bagi Kesultanan Makassar (Gowa-Tallo), dengan demikian mulai berdatanganlah etnis asal Sulawesi Selatan.

Baca Juga:  Menyulap Potensi Alam Kutim Menjadi Magnet Wisata di Era IKN

Namun, pada 13 Agustus 1787, Sultan Tahmidullah II dari Banjar menyerahkan wilayah Kaltim menjadi milik perusahaan Belanda, VOC. Kesultanan Banjar sendiri dengan wilayahnya yang tersisa menjadi daerah protektorat VOC. Hal ini dilakukan sebagai akibat dari perang Banjar yang berlangsung sejak tahun 1786 hingga 1787. Perang ini mengakibatkan kekalahan dan penghancuran Kesultanan Banjar oleh Belanda.

Peneguhan Penyerahan Wilayah oleh Sultan Sulaiman (1817)

Pada 1 Januari 1817, Sultan Sulaiman dari Banjar menegaskan kembali penyerahan Kaltim, Kalimantan Tengah, sebagian Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Selatan (termasuk Banjarmasin) kepada pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Traktat penyerahan wilayah ini dikenal sebagai CONTRACT MET DEN SULTAN VAN BANDJERMASIN, yang ditandatangani pada tanggal 4 Mei 1826.

Pada 1846, Belanda mulai menempatkan Asisten Residen di Samarinda untuk wilayah Borneo Timur (sekarang provinsi Kalimantan Timur dan bagian timur Kalimantan Selatan) bernama H. Von Dewall. Belanda kemudian membagi-bagi wilayah Kalimantan Timur menjadi beberapa karesidenan dan afdeeling, seperti Kutai, Pasir, Berau, Bulungan, dan Karasikan.

Masa Penjajahan Jepang (1942-1945)

Pada masa penjajahan Jepang (1942-1945), Kaltim menjadi bagian dari wilayah Dai Nippon Teikoku Kaigun (Angkatan Laut Kekaisaran Jepang). Jepang mengubah nama Samarinda menjadi Samalindung dan Balikpapan menjadi Balikpapan Shi. Jepang juga membangun beberapa fasilitas militer dan infrastruktur. Seperti bandara, pelabuhan, jalan raya, dan jembatan.

Baca Juga:  Jokowi Groundbreaking RS UPT Kemenkes di IKN, Target Rampung Juli 2024

Pada masa ini, terjadi beberapa peristiwa penting yang melibatkan Kaltim, seperti Pertempuran Balikpapan dan Tarakan yang terjadi pada 1942 dan 1945. Pada pertempuran-pertempuran ini, pasukan Sekutu berusaha merebut kembali wilayah Kalimantan Timur dari tangan Jepang, karena wilayah ini memiliki sumber daya minyak yang strategis.

Masa Kemerdekaan Indonesia (1945-sekarang)

Setelah kemerdekaan Indonesia pada 1945, Kaltim menjadi salah satu provinsi di bawah Republik Indonesia Serikat (RIS), kemudian bergabung dengan Republik Indonesia pada tahun 1950. Pada tahun 1956, berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1956, provinsi Kalimantan dibagi menjadi tiga provinsi, yaitu Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat.

Provinsi Kaltim saat itu terdiri dari dua kotamadya (Samarinda dan Balikpapan) dan empat kabupaten (Kutai, Pasir, Berau dan Bulungan). Samarinda ditetapkan sebagai ibu kota provinsi dan APT Pranoto sebagai gubernur pertama.

Sejak itu, Kaltim terus berkembang dan bertambah daerahnya hingga saat ini. Beberapa daerah otonom baru yang terbentuk di Kalimantan Timur antara lain adalah Kota Bontang (1999), Kabupaten Kutai Barat (1999), Kabupaten Kutai Timur (1999), Kabupaten Penajam Paser Utara (2002), dan Kabupaten Mahakam Ulu (2012). Provinsi Kalimantan Timur saat ini terdiri dari tujuh kabupaten dan tiga kota.

Baca Juga:  Desa Ponoragan Siapkan Pemuda Jadi Pengusaha Pembibitan Ikan

Sejak dulu provinsi ini kaya dengan sumber daya alam, seperti minyak bumi, gas alam, batu bara, emas, kayu, dan lain-lain. Provinsi ini juga memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, seperti orangutan, bekantan, beruang madu, burung enggang, dan lain-lain.

Selain itu, provinsi ini juga memiliki kebudayaan yang beragam dan unik, seperti budaya Dayak, Banjar, Kutai, Bugis, Jawa, Tionghoa, Madura, dan lain-lain.

Pada 2019 lalu, Presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa ibu kota baru Indonesia akan dipindahkan dari Jakarta ke wilayah Kaltim. Lokasi ibu kota baru ini berada di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU)dan sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar). Ibu kota baru ini diberi nama IKN Nusantara. Rencananya, pemindahan ibu kota baru ini akan dimulai pada 2024 .

Bumi Etam, julukan Kaltim, merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki sejarah peradaban dan kebudayaan yang panjang dan kaya.

Provinsi ini pernah menjadi bagian dari beberapa kerajaan dan kesultanan yang berpengaruh di Nusantara, seperti Kerajaan Kutai, Kesultanan Banjar, dan Kesultanan Makassar. Kaltim juga pernah mengalami masa penjajahan oleh Belanda dan Jepang. Kaltim juga jadi saksi dari perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Saat ini, Kalimantan Timur menjadi provinsi yang maju dan berkembang, bahkan dipilih sebagai lokasi ibu kota baru Indonesia. (Red/Fch/Klausa)

Bagikan

.

.

Anda tidak berhak menyalin konten Klausa.co

Search
logo klausa.co

Afiliasi :

PT Klausa Media Indonesia

copyrightâ“‘ | 2021 klausa.co