Klausa.co – Indonesia dan Israel adalah dua negara yang selalu berseteru di kancah internasional. Alasan utama di balik hal ini adalah, karena sikap Indonesia yang konsisten mendukung kemerdekaan Palestina dan menolak eksistensi Israel.
Sikap tersebut tidak lepas dari warisan sejarah yang ditinggalkan oleh Presiden Pertama Indonesia, Soekarno. Bapak Bangsa Indonesia itu, selain gigih dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda dan Jepang. Dia juga dikenal sebagai tokoh dalam gerakan Non-Blok menentang imperialisme dan kolonialisme.
Soekarno yang memiliki semangat anti penjajahan, sangat bersimpati dengan bangsa-bangsa yang mengalami nasib serupa. Salah satu bangsa yang mendapatkan perhatian khusus dari Soekarno adalah Palestina. Soekarno memandang Palestina sebagai korban penjajahan Israel yang didukung oleh Barat.
Indonesia Tolak Israel
Awal kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada tahun 1947. Saat itu Israel memilih mendukung resolusi PBB mengakui kemerdekaan Indonesia dari Belanda.
Namun tahun 1948, Indonesia menolak pengakuan Israel sebagai negara merdeka di atas tanah Palestina. Sejak saat itu, Indonesia selalu bersikap kritis terhadap Israel dan mendukung perjuangan rakyat Palestina.
Menurutnya Israel merupakan negara ilegal yang dibentuk hanya untuk merampas tanah dan hak-hak rakyat Palestina. Oleh karena itu, Soekarno selalu menolak segala bentuk hubungan dengan Israel, baik politik, ekonomi, bahkan merambah ke ajang olahraga.
Dalam catatan sejarah, Bung Karno sapaan karibnya, bahkan pernah memerintahkan Tim Nasional Indonesia untuk mundur dari kualifikasi Piala Dunia 1958 karena tidak ingin bertanding melawan Israel.
Akibatnya, Indonesia mendapatkan sanksi denda 5.000 franc dari FIFA. Indonesia dinilai melanggar Pasal 6 Peraturan FIFA soal hukuman kepada negara yang mundur ketika sudah memainkan laga kualifikasi Piala Dunia.
Tidak hanya sampai di situ, sikap tidak menghendaki keberadaan Israel juga turut ditunjukkan Bung Karno tatkala Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games IV pada tahun 1962.
RI yang kala itu menyiapkan kompleks olahraga Gelora Bung Karno di Senayan, Jakarta untuk menggelar ajang olahraga paling bergengsi se-Asia itu, memilih tidak mengundang Israel sebagai peserta dalam ajang olahraga tersebut.
Penolakan Indonesia terhadap Israel kala itu berbuntut panjang, Asian Games Federation dan anggota International Olympic Committee memilih untuk tidak mengakui penyelenggaraan Asian Games di Jakarta.
Indonesia yang dianggap telah merusak pesta olahraga itu dengan politik kemudian mendapatkan sanksi dalam rapat IOC di Lausanne, Swiss, pada 7 Februari 1963.
Hasilnya, keanggotaan Indonesia di IOC ditangguhkan dan Indonesia dilarang tampil di Olimpiade 1964. Sanksi ini bisa dibilang luar biasa untuk pertama kalinya dalam sejarah.
Sikap Sang Putra Fajar untuk memusuhi Israel sebenarnya sudah ditunjukkannya jauh dari pada itu. Soekarno yang aktif menyuarakan dukungan kemerdekaan Palestina di berbagai forum internasional, pernah menyampaikan pidato berapi-api di Konferensi Asia Afrika 1955 di Bandung.
Kala itu, Bung Besar dengan lantangnya mengecam penjajahan Israel. Selain itu, dia juga pernah menginisiasi Konferensi Solidaritas Asia Afrika untuk Palestina 1968 di Jakarta yang menghasilkan deklarasi bersama untuk mengakhiri pendudukan Israel.
Soekarno yang menjalin hubungan baik dengan para pemimpin Palestina, seperti Yasser Arafat dan Ahmed Shukeiri. Bahkan pernah memberi paspor Indonesia kepada Arafat agar bisa bepergian ke luar negeri tanpa hambatan.
Bung Karno juga pernah menerima kunjungan Shukeiri di Istana Merdeka dan memberikan dukungan moral dan materi kepada Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
Sikap Bung Karno dalam hubungan Indonesia dan Israel itulah yang masih terasa hingga kini. Sikap anti Israel masih menjadi bagian dari kebijakan luar negeri Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Sejauh ini Indonesia masih belum mengakui atas kedaulatan Israel ataupun memilih untuk menjalin hubungan diplomatik secara resmi pada negara yang dideklarasikan kemerdekaannya oleh David Ben Gurion tersebut.
Sempat Jalin Hubungan Tak Resmi
Di balik permusuhan politik yang terjadi kala itu, ternyata sejarah mencatat adanya kerja sama yang pernah dilakukan antara kedua negara ini pada bidang ekonomi, keamanan, intelijen, dan pariwisata.
Hal tersebut terjadi pada era Orde Baru. Indonesia pernah melakukan transaksi terkait bidang keamanan dengan Israel. Salah satunya adalah pembelian pesawat tempur A-4 Skyhawk dari Amerika Serikat yang sebelumnya digunakan oleh Israel. Prosesnya dibantu oleh Singapura yang berperan sebagai perantara.
Selain itu, Indonesia juga pernah melakukan kerja sama intelijen dengan Israel yang saat itu sedang menghadapi ancaman komunis. Menurut buku The Deception Trap of US-Israel-Palestine Triangle karya Agus Widjojo dan Connie Rahakundini Bakrie, Indonesia pernah meminta bantuan Israel untuk melacak keberadaan tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI) D.N. Aidit yang kabur ke Tiongkok pada tahun 1965.
Sedangkan untuk di bidang pariwisata, banyak wisatawan dari Indonesia yang berkunjung ke Israel untuk berziarah ke tempat-tempat suci agama Kristen dan Islam. Begitu juga sebaliknya, wisatawan Israel datang ke Indonesia menikmati keindahan alam dan budaya.
Namun, untuk melakukan kunjungan ini, mereka harus menggunakan paspor kedua atau visa transit dari negara ketiga.
Rencana Diplomatik Gus Dur
Presiden RI ke-4, Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan Gus Dur adalah salah satu tokoh Indonesia yang memiliki pandangan berbeda tentang Israel.
Gus Dur pernah memiliki rencana untuk membuka hubungan diplomatik dengan negara Yahudi tersebut, meski akhirnya gagal karena mendapat penolakan dari berbagai pihak.
Namun Gus Dur mengusulkan Indonesia dapat melakukan kerja sama ekonomi dengan Israel tanpa harus membuka hubungan diplomatik secara penuh.
Bahkan dia juga menekankan bahwa Indonesia akan tetap mendukung hak-hak rakyat Palestina dan menentang kebijakan Israel yang melanggar hukum internasional.
Namun, rencana Gus Dur ini tidak mendapat sambutan baik dari sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama yang mayoritas beragama Islam. Mereka menolak keras ide Gus Dur dan menuduhnya sebagai antek Yahudi dan pengkhianat bangsa.
Penolakan ini juga datang dari berbagai kalangan politik, baik dari partai-partai oposisi maupun koalisi pendukung Gus Dur. Bahkan, beberapa menteri dalam kabinetnya sendiri tidak setuju dengan rencana Gus Dur.
Akibatnya, rencana Gus Dur untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel gagal terwujud. Gus Dur pun harus menghadapi berbagai masalah politik yang akhirnya mengantarkannya ke jalan pemakzulan pada tahun 2001.
Seteru Indonesia-Israel Berlanjut
Hubungan Indonesia dan Israel kembali memanas pada tahun 2021 ketika terjadi eskalasi konflik antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza. Indonesia mengutuk keras serangan udara Israel yang menewaskan ratusan warga sipil Palestina.
Kala itu Indonesia menggalang dukungan internasional untuk menghentikan agresi Israel dan mendesak PBB untuk segera mengambil tindakan.
Situasi hubungan yang tidak baik, terjadi hingga tahun 2023. Hubungan Indonesia dan Israel kembali menjadi sorotan karena masalah olahraga. Indonesia batal menjadi tuan rumah Piala Dunia FIFA U-20 2023 menyusul penolakan terhadap tim nasional Israel dari beberapa gubernur, partai politik ormas hingga tokoh masyarakat.
Penolakan itu, membuat FIFA akhirnya memutuskan untuk memindahkan lokasi turnamen sepak bola internasional itu ke negara lain. Keputusan ini menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia.
Sebagian besar mendukung penolakan terhadap tim nasional Israel sebagai bentuk solidaritas dengan Palestina. Namun, sebagian lainnya menyesalkan sikap tersebut sebagai bentuk campur tangan politik dalam olahraga. Mereka berpendapat bahwa olahraga harus menjadi sarana untuk membangun persahabatan antara bangsa-bangsa.
Sekian Kali Menerima Sanksi
Indonesia yang pernah menerima sanksi FIFA dan IOC karena menolak kehadiran Israel. Kini, kembali terancam hukuman serupa di Piala Dunia U-20 2023.
Merah Putih gagal menjadi tuan rumah, seiring Drawing Piala Dunia U-20 2023 di Bali dibatalkan FIFA. Babak pengundian yang rencananya digelar pada 31 Maret batal, menyusul penolakan terhadap salah satu kontestan turnamen tersebut.
Penolakan terhadap Tim Nasional Israel didasari oleh alasan politik dan solidaritas dengan rakyat Palestina. Selain itu Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel dan tidak mengakui kedaulatan negara tersebut.
Batalnya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U20 berpotensi menimbulkan konsekuensi negatif di bidang olahraga, karena telah gagal menyelenggarakan turnamen tersebut.
Sanksi yang bisa diberikan FIFA berupa pembekuan keanggotaan, pengucilan dari sepak bola internasional, hingga penurunan kepercayaan sebagai tuan rumah turnamen olahraga kelas dunia.
Rangkuman dalam sejarah panjang antara hubungan Indonesia dan Israel masih jauh dari kata harmonis. Banyak tantangan dan hambatan yang harus diatasi jika kedua negara ingin menjalin hubungan diplomatik resmi.
Namun, ada pula peluang dan manfaat yang bisa diperoleh dari kerja sama di berbagai bidang. Pertanyaannya adalah, apakah di masa depan Indonesia bakal mau membuka pintu dialog dengan Israel? (Mul/Aaa/Klausa)