Kutim, Klausa.co – Anggota DPRD Kutai Timur (Kutim), Jimmi, menyuarakan keprihatinannya atas dampak aktivitas tambang dan perkebunan terhadap lingkungan di wilayahnya. Ia mengungkapkan keresahannya melihat kerusakan sungai dan ekosistem akibat pengelolaan yang tidak ideal, seperti yang terjadi pada tahun 2022.
“Banjir yang sering terjadi juga menjadi bukti nyata dari dampak buruk ini,” ujar Jimmi. Ia menambahkan bahwa keterbatasan kewenangan pemerintah daerah dalam mengelola wilayah sungai menjadi hambatan dalam mengatasi permasalahan ini.
Lebih lanjut, Jimmi menjelaskan kendala relokasi warga terdampak banjir. Peraturan yang melarang pemukiman di bantaran sungai membuat hanya sebagian kecil, sekitar 100 dari 900 KK, yang memenuhi syarat untuk direlokasi.
“Pemerintah memang berencana menyediakan lokasi baru, namun jumlahnya terbatas dan hanya diperuntukkan bagi mereka yang berada di wilayah hijau atau 200 meter dari pesisir laut,” ungkap Jimmi. Hal ini meninggalkan sekitar 800 KK yang harus mencari solusi lain.
Di tengah situasi ini, Jimmi menekankan komitmennya untuk memperjuangkan solusi terbaik bagi warga terdampak. Ia berharap pemerintah dapat memberikan tempat tinggal layak dan aman, serta lingkungan yang lebih baik untuk masa depan mereka.
“Kerjasama yang solid antara pemerintah daerah, pusat, dan pemangku kepentingan lainnya menjadi kunci untuk mengatasi persoalan ini secara efektif,” harap Jimmi.
Ia optimis bahwa dengan sinergi dan komitmen bersama, Kutai Timur dapat keluar dari jeratan kerusakan lingkungan dan menuju masa depan yang lebih berkelanjutan. (Nur/Mul/ADV/DPRD Kutim)