Samarinda, Klausa.co – Kelangkaan elpiji 3 kilogram merembet ke berbagai daerah, tak terkecuali Samarinda. Melihat antrean yang mulai terlihat di beberapa pangkalan, Wali Kota Samarinda, Andi Harun, berupaya menenangkan. Situasi di Kota Tepian, kata dia, masih lebih terkendali dibandingkan daerah lain.
“Betul, ada sedikit dampak, tapi kita bersyukur. Sebelumnya kita sudah punya inovasi kartu tepat sasaran. Sekarang kita lanjutkan untuk UMKM,” ujar Andi Harun, Rabu (12/2/2025).
Sejak awal, Pemkot Samarinda memang mencoba meredam gejolak harga dengan sistem distribusi berbasis kartu. Elpiji 3 kilogram, yang semestinya tak boleh dijual lebih dari Rp20 ribu, nyatanya tetap melambung di beberapa titik.
“Kalau harga di atas Rp20 ribu, itu sudah menyalahi tujuan subsidi,” kata Andi Harun.
Keluhan mengenai antrean panjang tidak dibantah Wali Kota. Meski begitu, pria yang akrab disapa AH itu menilai kondisi di Samarinda belum separah daerah lain.
“Ada beberapa titik yang terjadi antrean, tapi tidak seheboh di tempat lain,” ujarnya.
Samarinda punya tantangan tersendiri dalam urusan distribusi gas melon. Sebagai kota yang berbatasan dengan Tenggarong, Kukar, Bontang, dan Kubar, arus pembelian dari warga luar daerah tak bisa dibendung.
“Kalau sudah transaksi, kita tidak bisa minta KTP. Harus ada sinergi antara Hiswana Migas, Patra Niaga, pemerintah, hingga agen dan pangkalan,” katanya.
Untuk meredam dampak kelangkaan, Pemkot Samarinda menggelar operasi pasar murah. Hasilnya, kata dia, cukup positif.
“Saya optimis satu-dua minggu ke depan bisa lebih tertata. Begitu kondisi stabil, kita tarik diri. Operasi pasar tidak bisa terus-menerus, nanti malah mengganggu ekonomi,” ujarnya.
AH menegaskan, intervensi harga oleh pemerintah harus dilakukan dengan hati-hati. Terlalu lama menggelontorkan subsidi bisa berdampak pada inflasi dan daya saing pelaku usaha.
“Stabilitas harga penting, tapi kita juga ingin ekonomi tetap bergerak,” katanya. (Yah/Fch/Klausa)