Surabaya, klausa.co – Empat orang dihadirkan menjadi saksi dalam kasus terdakwa Lily Yunita. Mereka adalah Andreas Budi Waluyo serta Njo Lily Yonata dari showroom mobil 99 dan karyawan Bank Central Asia (BCA) Krisna Immanuel juga Theodore.
Saksi itu Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hari Basuki mendatangkan ke Pengadilan Negeri Surabaya. Dalam dakwaan jaksa, Lily terjerat kasus penipuan dan penggelapan.
Dari pengakuan para staf dari showroom mobil 99 ini, sebenarnya mereka tidak ikut berperan dalam perkara yang menjadikan Lily duduk di kursi psakitan. Mereka mengaku hanya membuat kuitansi untuk uang muka pembelian rumah. Pimpinannya bernama Hengki yang menyuruh.
“Waktu itu, saya disuruh pak Hengki untuk buat kuitansi atas nama Lily. Ada dua kuitansi. Pertama Rp 1 miliar. Kedua Rp 2 miliar. Tapi, saya tidak mengetahui harganya berapa. Saya hanya diminta untuk membuat kuitansi saja,” kata Yonata saat memberikan keterangan di Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa (28/9).
Beda halnya dengan Andreas. Banyak yang ia tidak ketahui dalam kasus ini. Alhasil, dalam persidangan kali itu, ia mencabut berita acara pemeriksaan (BAP) di kepolisian. “Iya, saya cabut semua,” celetuknya menjawab pertanyaan penasihat hukum terdakwa.
Sementara itu, para pegawai bank itu juga membenarkan kalau Lily memiliki rekening di BCA. Transaksi paling banyak yang pernah dilakukan oleh terdakwa sebanyak Rp 20 miliar. “Terdakwa ini banyak melakukan transaksi. Rekening yang dimiliki bu Lily atas nama perusahaan,” kata Krisna.
Namun saat ini, semua nomor rekening milik terdakwa telah ditutup. Krisna tidak mengetahui pastinya saldo terakhir yang dimiliki terdakwa. “Saya tidak tahu pastinya. Tapi, kalau mengacu dari tanggal terdekat saldo terakhirnya yang saya tahu sekitar Rp 8 juta,” ungkapnya.
Sudah banyak saksi yang dihadirkan dalam persidangan tersebut. Salah satu saksi yang dihadirkan menyebut kalau ada aliran dana dari terdakwa Lily ke Wakil Bupati Blitar Rahmat Santoso. Saat itu Rahmat berprofesi sebagai advokat.
Hanya saja, sampai saat ini Rahmat belum juga dipanggil ke Pengadilan Negeri Surabaya untuk memberikan keterangan. Tentu terkait Rp 13,5 miliar yang masuk ke rekeningnya. “Kami sudah memanggil secara resmi. Dan sudah ada jawaban dari yang bersangkutan. Katanya nggak bisa hadir. Karena menjadi Ketua Satgas Covid-19,” ungkap Jaksa Hari.
Di sisi lain, penasihat hukum terdakwa, Heri Prasetyo menyangkal kalau ada aliran dana dari kliennya ke Rahmat Santoso. “Tidak ada keterlibatan Rahmat dalam kasus ini. Tidak ada aliran dana. Kenapa dari semua saksi yang dihadirkan, hanya Rahmat saja yang dibahas,” celetuknya.
Pun ia menceritakan duduk perkara kasus ini sebenarnya untang-piutang. Antara Lianawati Setyo dengan terdakwa Lily. Jumlahnya Rp 49 miliar. Sudah dibayar sekitar Rp 29 miliar. Sudah ada kesepakatan diantara keduanya, selesai pembayaran pada Februari 2021. Tapi, Desember 2020 terdakwa sudah dilaporkan ke polisi.
“Pinjaman itu diberikan Februari 2020. Setiap bulan klien saya selalu tepat waktu untuk membayar utangnya itu. Tapi, sebelum itu dilunasi, bu Lily dilaporkan ke polisi. Dengan tuduhan penipuan dan penggelapan. Padahal, pembayaran itu diberikan termasuk bunganya,” ungkapnya.
Sayang, ia tidak mengetahui pasti bunga dari uang pinjaman terdakwa kepada Lianawati. Ia hanya mengetahui setiap kali Lily membayar bunganya berubah-ubah. “Kalau bunganya perbulan itu ada yang Rp 200 juta. Ada juga yang Rp 300 juta. Kalau bunganya tidak pernah terlambat,” bebernya.
Dalam pinjaman yang dilakukan terdakwa kepada Lianawati, Lily menjaminkan beberapa mobil yang dia miliki. “Kesepakatannya saat itu memang hanya mobil. Tidak ada yang lain,” katanya lagi. Ia juga mengungkapkan kalau tidak ada kerjasama terkait lahan di Osowilangon, Kecamatan Tandes itu.
Pinjaman yang dilakukan terdakwa itu murni untuk pekerjaan atau usaha yang dibangun oleh Lily. Dalam persidangan, mereka juga pernah menunjukkan rekapitulasi piutang. Bahkan, piutang itu juga diakui oleh karyawan Lianawati.
Tim Editor Klausa