Samarinda, Klausa.co – Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) atas inisiasi Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda telah disahkan beberapa waktu lalu. Atas pengesahan itu Wali Kota Samarinda Andi Harun menegaskan tak cacat prosedur dan bertentangan aturan hukum.
Hal itu dilontarkan Andi Harun dalam diskusi pembangunan yang digagas oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Samarinda. Dia menuturkan, dalam perspektif hukum pemerintah dibenarkan untuk melakukan pengesahan.
“Pasalnya pembahasan sudah dilakukan. Tidak hanya di pemerintah kota, tapi juga di tingkat provinsi,” tegas Andi Harun dalam diskusi yang digelar di Cafe D’Bagios, Jalan Basuki Rahmat, Kecamatan Samarinda Kota pada Rabu (22/2/2023) malam.
Dalam diskusi itu, selain Andi Harun, hadir pula
Ketua Bapemperda DPRD Samarinda Samri Shaputra, Ketua DPD REI Kaltim Bagus Susetyo, serta akademisi Unmul Warkhatun Najidah.
Dalam pemaparannya, Andi Harun menerangkan, pembahasan Revisi Raperda RTRW Samarinda telah digulirkan sejak 2018 silam. Bahkan sebelum dirinya didapuk sebagai orang nomor satu di Kota Tepian.
“Raperda ini (RTRW) ini sudah mendapat substantif di tanggal 8 Februari 2023. Dan saya mengingatkan kembali ke DPRD, tenggat waktu pada 13 Februari 2023. Tapi kemudian tidak ada pembahasan di internal DPRD Samarinda,” tambahnya.
Keputusan pengesahan, lanjut Andi Harun, tak diambil atas kepentingan sekelompok pihak. Namun berdasarkan peraturan Undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Perundangan.
“Itu adalah kerangka hukum sebelum berbicara norma. Salah alamat kalau meminta wali kota menunda karena itu dari pusat. Aturan yang lebih tinggi mengesampingkan aturan yang di bawahnya,” tegasnya.
Selain menanti pembahasan internal legislatif yang tak kunjung dilakukan, Andi Harun mengaku selanjutnya dia bahkan langsung bersurat kepada Pomperda DPRD Samarinda.
“Saya sudah sampaikan batas limitasi kita,” imbuhnya.
Selang beberapa waktu kemudian, pembahasan tersebut lantas dilanjutkan ke Rapat Paripurna DPRD Samarinda.
“Paripurna kita diundang, dan hadir lah kita,” katanya.
Namun demikian, Rapat Paripurna tersebut tak dapat dilanjutkan karena para legislatif yang hadir hanya berjumlah sekira 13 dewan dari total 55 peserta keseluruhan.
“Karena sesuai PP/12/2018 tentang tata tertib DPRD kabupaten/kota dan diturunkan melalui tata tertib DPRD Samarinda nomor 1 tahun 2019. Pembahasan Raperda RTRW wajib dihadiri 2 per 3. Masalahnya, poin 2 per 3-nya tidak terpenuhi, sehingga sifatnya tidak forum (menentukan putusa). Kemudian bagaimana? Maka rapat tidak bisa djlanjutkan,” paparnya.
Karena batal dan tidak sahnya forum paripurna tersebut, maka dengan batas limitasi dan legitimasi yang ada. Pemerintah lantas mengambil keputusan untuk mengesahkannya. Hal itu dilakukan atas dasar PP/1/2021 dan atas Permendagri.
“Pada pokoknya, mengatur tentang diperbolehkannya wali kota mengesahkan sepihak dengan dibuatnya berita acara karena gagalnya paripurna mengambil keputusan. Ini sudah disinkronisasi dengan provinsi,” tekannya.
“Ini enggak bisa ditunda. Kecuali ada kepentingan di luar kepentingan bangsa dan negara,” pungkasnya. (Mar/Fch/Klausa)