Klausa.co

Balita 4 Tahun Diduga Alami Kekerasan di Yayasan Samarinda, Wali Asuh Desak Proses Hukum Dipercepat

Wali Asuh NJ, Reni lestari bersama kuasa hukum, saat bertemu awak media. ( Foto : Din/Klausa )

Bagikan

Samarinda, Klausa.co – Kasus dugaan kekerasan terhadap seorang balita disabilitas di Kota Samarinda mencuat. Balita berinisial NJ (4 tahun), yang sebelumnya diasuh di Yayasan Rumah Lansia dan Yatim Piatu Forum Jalinan Persaudaraan Kalimantan (FJDK), dilaporkan mengalami kondisi memprihatinkan serta luka fisik yang mengarah pada dugaan kekerasan.

Menurut informasi yang dihimpun Klausa.co, peristiwa bermula pada 21 Maret 2025 saat Reni Lestari, yang kini menjadi wali asuh NJ, mengunjungi panti lalu menemukan NJ dalam kondisi terkunci dari luar kamar. NJ diketahui merupakan anak disabilitas dengan riwayat Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (ADHD) dan epilepsi.

“Informasi dari pihak panti, ibunya bekerja di daerah Hulu, jarang menjenguk karena biaya. Bahkan untuk beli popok saja tak sanggup, makannya pun masih ikut orang,” tutur Reni.

Masih diliputi rasa khawatir, Reni melaporkan kondisi NJ ke UPTD Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA). Dua hari kemudian, tepatnya 23 Maret 2025, ia bersama perwakilan UPTD PPA melakukan kunjungan ke Panti FJDK. Hasilnya, laporan disampaikan ke Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Timur (Dinsos Kaltim).

Baca Juga:  Mahasiswa Geruduk Kantor Gubernur Kaltim, Tuntut Sanksi Tegas untuk Pejabat Melanggar Aturan PDLN!

Berlanjut ke 19 April 2025, Dinsos Kaltim kembali menghubungi pelapor dan menyatakan bahwa NJ tidak lagi berada di panti karena telah dibawa ibunya sejak Lebaran. Hingga 6 Mei, keberadaan NJ belum juga diketahui. Baru pada 9 Mei, ibu kandung NJ bertemu dengan Reni dan menyerahkan hak asuh anak tersebut.

“Saat pertama saya rawat, putri saya dalam kondisi mengenaskan, penuh kutu, koreng, demam tinggi, lemas, dan benjolan di kepala,” ujar Reni.

Merasa ada kejanggalan, kuasa hukum keluarga, Titus Tibayan Pakalla, mengajukan permohonan visum ulang. Visum sebelumnya dari RS AWS pada 13 Mei 2025 menyatakan luka NJ dalam penyembuhan tanpa rincian yang jelas.

“Kami tidak mengerti maksud dari ‘dalam penyembuhan’. Maka kami minta visum ulang yang dilakukan pada 17 Juli di RS Dirgahayu, dan hasilnya keluar seminggu kemudian,” kata Titus.

Baca Juga:  Lewat Musoprov Forkat Zairin Zain Dilantik Sebagai KONI Kaltim, Pengurus : Salahi AD/ART

Hasil visum ulang mengungkap adanya luka fisik serius pada tubuh NJ.

“Ada satu luka di kepala, satu benjolan di jidat, dan satu luka robek lama di selaput darah. Semua itu akibat ‘persentuhan tumpul’. Kami juga belum sepenuhnya paham maksud istilah medis tersebut, tapi itu nanti dijelaskan dokter. Yang pasti, ini berbeda dengan visum pertama,” jelasnya.

Titus juga mendesak Polsek Sungai Pinang agar segera menaikkan kasus ini dari penyelidikan ke penyidikan.

“Kami minta semua personel panti dimintai keterangan kembali dan segera tetapkan tersangka jika sudah cukup bukti,” tegasnya.

Saat ditemui kembali oleh awak media, Reni, sebagai wali Asuh NJ pun bersuara lantang atas penderitaan anak asuhnya.

“Saya menyaksikan langsung proses visum. Dari ujung kepala sampai kemaluan anak saya diperiksa. Saya tidak bisa terima perlakuan seperti itu terhadap putri saya,” katanya dengan suara terbata.

Menurutnya, untuk saat ini ia lebih fokus untuk menangani trauma berat dari anak asuhnya, sembari menunggu kepastian dari pihak berwajib..

Baca Juga:  Samarinda Perkuat Tata Ruang Lewat Geoportal, SDM dan Teknologi Masih Jadi Kendala

“Dia takut lihat laki-laki, suara ramai, bahkan bunyi sedikit pun bikin dia panik. Psikolog bilang, pengobatan traumanya belum bisa maksimal karena proses hukum belum tuntas. Anak ini masih bolak-balik diperiksa, takut traumanya malah tambah parah,” ucapnya.

Terpisah, Bendahara Yayasan FJDK, Ayu, memberikan klarifikasi. Ia menyatakan bahwa NJ memang memiliki riwayat epilepsi dan sering tantrum.

“Benjolan itu muncul karena NJ membenturkan sendiri kepalanya. Bukan karena dipukul orang,” kata Ayu.

Ia juga mengklaim bahwa pihak yayasan selalu memberikan laporan kondisi NJ kepada ibunya. Ia mengatakan, bahwa saat disarankan untuk menjemput anaknya, ibu kandungnya menolak.

Ayu mengaku pihak yayasan kini kesulitan menjalankan operasional karena keterbatasan dana.

“Ini panti swasta, kami tidak punya donatur tetap, tidak ada anggaran dari pemerintah. Kami harap masalah ini cepat diselesaikan oleh kepolisian,” ujarnya. (Din/Fch/Klausa)

Bagikan

.

.

Search
logo klausa.co

Afiliasi :

PT Klausa Media Indonesia

copyrightⓑ | 2021 klausa.co